Pages - Menu

Selasa, 27 Mei 2014

PBL Blok 14: Fraktur Regio Antebrachii ⅓ Tengah dengan Sindroma Kompartemen


Pendahuluan
Fraktur tulang memiliki pengertian sehubungan dengan hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, dan tulang sendi. Berdasarkan klasifikasi secara klinis fraktur dibagi menjadi dua jenis yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur terbuka adalah fraktur yang berhubungan dengan lingkungan eksternal. Pada fraktur terbuka ujung tulang yang patah menembus kulit hingga keluar dari bagian tubuh. Sebaliknya, fraktur tertutup adalah frakur yang tidak berhubungan dengan lingkungan eksternal. Pada fraktur tertutup tulang yang patah tidak menembus kulit dan tetap berada dalam bagian tubuh.1 Pada kehidupan sehari-hari ada banyak hal yang dapat menyebabkan fraktur, mulai dari kecelakaan lalu lintas, terjatuh, penyakit, dsb. Lokasi fraktur pun beragam, mulai dari fraktur pada femur, regio antebrachii, dan tempat-tempat lainnya.
Dalam PBL kali ini, terdapat kasus mengenai seorang laki-laki berusia 30 tahun yang dibawa ke UGD RS dengan keluhan nyeri pada lengan bawahnya setelah terjatuh dari sepeda motornya satu hari yang lalu. Setelah kecelakaan tersebut, keluarga pasien membawanya kedukun patah tulang untuk diurut. Saat dibawa ke UGD, pasien mengeluh lengan kanananya sangat nyeri dan tangan kanannya terasa baal. Pada pemeriksaan fisik tanda-tanda vital dalam batas norma, regio antebrachii dekstra ⅓ tengah tampak edema, hyperemis, deformitas. Pada palpasi, nyeri tekan positif, teraba krepitasi, pulsasi a.Radialis melemah, jari-jari tangan kanan masih dapat digerakan, akan tetapi terasa sangat nyeri apabila diekstensikan. Berdasarkan kasus tersebut, pada makalah kali ini akan dijelaskan lebih lengkap mengenai fraktur terutama fraktur pada regio antebrachii. Semoga makalah kali ini dapat membantu mahasiswa FK Universitas Kristen Krida Wacana lebih memahami lagi materi yang terkait dengan kasus diatas.



Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan kepada pasien secara langsung apabila kondisinya memungkinkan, namun dapat ditanyakan pula pada orang terdekat atau orang yang mengantar pasien ke dokter. Sesuai dengan kasus, pertanyaan yang diajukan dapat meliputi identitas diri, keluhan utama, sejak kapan keluahan utama muncul, keluhan lain yang mungkin dirasakan, riwayat penyakit yang diderita saat ini, riwayat penyakit dahulu, pengobatan yang sudah dilakukan dan kondisi sosial ekonomi pasien.
Didapatkan hasil anamnesis sebagai berikut:
Usia                                                          : 30thn
Keluhan Utama                                        : Nyeri pada lengan kanannya setelah
  terjatuh dari sepeda motor satu hari
  yang lalu
Keluhan Lain                                           : Jari-jari tangan kanan masih dapat
  digerakan akan tetapi terasa sangat
  nyeri
Riwayat Penyakit Dahulu                        : Pernahkah pasien merasakan nyeri di
  tempat  yang sama? Pernahkah pasien
mengalami  trauma yang sama?
Adakah faktor patologis?
Pengobatan yang telah dilakukan            : Urut di dukun patah tulang

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, suhu, dan pernapasan) dan pemeriksaan muskuloskeletal (inspeksi-look, palpasi-feel, gerakan-moving). Inspeksi (look)  ditujukan untuk melihat adanya deformitas atau kelainan bentuk seperti bengkak, pemendekan, rotasi, angulasi, dan fragmen tulang (pada fraktur terbuka). Pada palpasi (feel) akan dilihat jika ada nyeri tekan, krepitasi, status neurologis dan status vaskuler. Adanyanya keterbatasan gerak pada daerah faktur menjadi salah satu peninjauan dari pemeriksaan gerakan (moving).2


Dari hasil pemeriksaan didapatkan:
Tanda-tanda vital             : Normal
Inspeksi                            : edema (+), hyperemis (+), deformitas
Palpasi                              : nyeri tekan (+), krepitasi (+), pulsasi a.Radialis
Melemah
Gerakan                            : Jari-jari tangan masih dapat digerakan, tetapi terasa
  sangat nyeri

 Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan Rontgen
Cr unit (computed radiografi) digunakan untuk proses cetak foto rontgen dengan teknologi komputer dan laser scanner menghasilkan gambar berkualitas tinggi. Menjamin ketepatan dan kecepatan hasil diagnosa. Alat ini dilengkapi Master View yang dapat menyimpan data pasien dan foto rontgen hasil pemeriksaan serta dapat dicetak ulang apabila diperlukan. Fasilitas peralatan mammografi memiliki kualitas dan resolusi.3
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi, untuk konfirmasi adanya fraktur, untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya, untuk menentukan teknik pengobatan, untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak, untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler, untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang, dan untuk melihat adanya benda asing (misalnya peluru).
2.      Pemeriksaan CT Scan
Prosedur pemeriksaan ini dapat menunjukan rincian bidang tertentu dari tulang yang sakit dan dapat memperlihatkan cedera ligamen atau tendon dan tumor jaringan lunak. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasikan lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah yang sulit dievaluasi.2
3.      MRI
MRI memberikan kontras yang baik antara rangkaian perisian tubuh yang berbeda, yang membuatnya sangat berguna dalam pengimejan otak, otot, jantung, dan kanser berbanding dengan yang lain teknik pengimejan perubatan seperti computed tomography (CT) atau sinar-X. Tidak seperti CT scan atau tradisional X-ray, MRI tidak menggunakan.4


4.      Pemeriksaan Laboratorium
Pada fraktur, pemeriksaan laboratorium yang perlu diketahui adalah Hb dan hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan fraktur, kadar kalsium serum dan fosfor akan meningkat didalam darah. Kadar normal kalsium serum adalah 4.5-5.5 mg/l atau 8.0-20.5 mg/dl,  sedangkan kadar normal fosfor adalah 2.5-4.0 mg/dl dalam serum.2

Differential Diagnosis
1.      Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi adalah fraktur ulna sepertiga-tengah atau proksimal dengan disertai dislokasi caput radii. Fraktur ini dapat terjadi saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan badan, terjadi pula rotasi lengan bawah dalam posisi pronasi waktu menahan berat badan yang memberi gaya supinasi. Biasanya pada anak-anak muda laki-laki, jatuh dengan tangan terbuka menahan badan dan terjadi pula rotasi. Hal ini menyebabkan patah pada radius 1/3 distal dan fragmen distal-proksimal mengadakan angulasi ke anterior. 5
Gambaran klinis yang dapat ditemui adalah tangan bagian distal dalam posisi angulasi ke dorsal. Selain itu, pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna. Terapi dapat dilakukan dengan reposisi tertutup. Bila hasilnya baik, dilakukan immobilisasi dengan gips sirkular di atas siku, dipertahankan 4-6 minggu. Biasanya hasil reposisi tertutup hasilnya kurang baikm, karena fraktur tidak stabil. Dalam hal ini diperlukan tindakan operasi reposisi terbuka dengan internal fiksasi. Tulang radius, dipasang plate-screw atau untramedullary nail. Kalau radius sudah tereposisi dengan sendirinya dislokasi sendi radius ulna distal akan tereposisi. 5

2.      Fraktur Monteggia
Merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi radius ulna proksimal. Fraktur tipe ini dibagi menjadi empat jenis. Jenis pertama merupakan fraktur ⅓ tengah atau proksima ulna dengan angulasi anterior disertai dislokasi anterior kaput radius. Jenis kedua, fraktur ⅓ tengah atau proksimal ulna dengan angulasi posterior disertai dislokasi posterior kaput radii dan fraktur kaput radii. Jenis ketiga fraktur ulna distal processes coracoideus dengan dislokasi lateral kaput radio. Terakhir , fraktur ulna ⅓ tengah atau proksimal ulna dengan dislokasi anterior kaput radii dan fraktur ⅓ proksimal radii di bawah tuberositas bicipitalis. 5
Terapi yang dapat dilakukan adalah dengan reposisi tertutup. Asisten memegang lengan atas, penolong melakukan tarikan lengan bawah ke distal, kemudian diputar ke arah supinasi penuh. Setelah itu, dengan jari kepala radius dicoba ditekan ke tempat semula. Imobiliasi gips sirkuler dilakukan di atas siku dengan posisi siku fleksi 90 dejarat dan posisi lengan bawah supinasi penuh. Bila gagal, dilakukan reposisi terbuka dengan pemasangan fiksasi interna (plate-screw).5

3.      Fraktur Smith
Fraktur Smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut reverse Colles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi. Garis patahan biasanya transversal, kadang-kadang intraartikular. Dapat ditemukan penonjolan dorsal fragmen proksimal, fragmen distal di sisi volar pergelangan, dan deviasi tangan ke radial (garden spade deformity). Dilakukan reposisi dengan posisi tangan diletakkan dalam posisi dorsofleksi ringan, deviasi ulnar, dan supinasi maksimal (kebalikan posisi Colles). Lalu diimobilisasi dengan gips di atas siku selama 4-6 minggu.6

4.      Fraktur Colles
Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok (dinner fork deformity). Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan berputar ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka yang terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi/supinasi). Fraktur Metafisis distal radius dengan jarak ±2,5 cm dari permukaan sendi distal radius. Kemudian terdapat adanya dislokasi fragmen distalnya ke arah posterior/dorsal dengan terdapat subluksasi sendi radioulnar distal. Adanya avulsi prossesus stiloideus ulna.6
Pada fraktur Colles tanpa dislokasi hanya diperlukan imobilisasi dengan pemasangan gips psirkular di bawah siku selama 4 minggu. Bila disertai dislokasi diperlukan tindakan reposisi tertutup. Dilakukan dorsofleksi fragmen distal, traksi kemudian posisi tangan volar fleksi, deviasi ulna (untuk mengoreksi deviasi radial) dan diputar ke arah pronasio (untuk mengoreksi supinasi). Imobilisasi ini dilakukan selama 4-6 minggu.6

Working Diagnosis
Working Diagnosis yang diambil adalah fraktur tertutup regio antebrachii dekstra ⅓ tegah dengan kompartemen sindrom. Diagnosis ini dapat diambil atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang serta adanya gejala klinis yang sesuai. Dari hasil anamnesis diperoleh informasi bahwa adanya riwayat trauma. Pada pemeriksaan fisik ditemukan gejala-gejala klinis seperti nyeri, pembengkakan atau edema, adanya krepitasi, dan pulsasi arteri radialis yang melemah. Tanda-tanda tersebut menunjukan adanya fraktur yang disertai dengan sindroma kompartemen. Selain itu detemukan juga gejala lain seperti rasa nyeri saat menggerakan jari-jari tangan. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan adanya fraktur di regio antebrachii dekstra ⅓ tengah yang sangat menunjang  diagnosis kerja.

4.1  Etiologi
Tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal, diantara dikarenakan peristiwa trauma, peristiwa kelelahan, ataupun karena faktor patologis. Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran, atau pun penarikan. Trauma tersebut bisa didapat dari bermacam aktifitas seperti terjatuh, kecelakaan lalu lintas, dsb. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak.
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh. Sementara itu fraktur patologik dikarenakan kelemahan pada tulang. Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.

4.2  Patofisologi
Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan.7
Trauma bisa bersifat langsung dan tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dan daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik, tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi; dislokasi atau fraktur dislokasi, kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur komunitif atau memecah. Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z. Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang.

4.3  Klasifikasi dan Jenis Fraktur8
4.3.1        Berdasarkan Luas dan Garis Fraktur
Klasifikasi dan jenis fraktur berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari fraktur komplit dan fraktur tidak komplit. Fraktur komplit adalah kondisi fraktur dimana garis patah tulang  melalui  seluruh  penampang  tulang atau melalui kedua korteks tulang. Sementara itu fraktur tidak komplit adalah kondisi fraktur dimana garis  patah tulang  tidak melalui  seluruh garis  penampang tulang.
Fraktur tidak komplit meliputi Hairline fracture (patah retak rambur), Buckle fracture atau torus fracture, Greenstick, fraktur kominit (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan), fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan), fraktur Multipel (garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan tempatnya). Buckle fracture atau torus fracture adalah kondisi bila terjadi lipatan pada satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya, biasanya pada distal radius anak-anak. Greenstick yaitu patah tulang yang terjadi pada anak-anak atau pada dewasa yang disebut dengan fraktur inkomplit. Fraktur tulang hanya mengenai salah satu sisi korteks tulang.
4.3.2        Berdasarkan Bentuk dan Jumlah Garis Patah
Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah, fraktur terdiri dari fraktur kominit (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan), fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan), dan fraktur multipel (garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur femur dansebagainya).
4.3.3        Berdasarkan Posisi Fragmen
Berdasarkan posisi fragmen dibagi menjadi undisplaced (tidak bergeser) fraktur dimana garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan Displaced (bergeser) fraktur dimana terjadi pergeseran antara dua fragmen fraktur.
4.3.4        Berdasarkan Hubungan Fraktur dengan Dunia Luar
Berdasarkan hubungan fraktur dengan dunia luar dibagi menjadi tertutup dan terbuka. Fraktur tertutup yaitu fraktur tulang masih berada di dalam tubuh dan tidak adanya perlukaan pada kulit. Fraktur terbuka yaitu fraktur tulang keluar dari tubuh menembus kulit yang disertai dengan adanya perlukaan pada kulit.
4.3.5        Berdasarkan Bentuk Garis Fraktur dan Hubungan dengan Mekanisme Trauma
Transversal yaitu patah yang melintangi tulang, biasanya disebabkan hantaman keras dan sering terjadi pada lengan dan kaki. Oblik (miring) yaiut patah tulang yang menimbulkan sudut miring terhadap sumbu panjang tulangnya. Spiral yaitu patah yang disebabkan gerakan memuntir secara tiba-tiba, biasanya terjadi pada tulang lengan atau kaki. Kompresi (impresi) yaitu patah tulang dimana satu area tulang melekuk kedalam, fraktur ini sering timbul pada tulang tengkorak setalah pukulan yang keras.
Avulsi yaitu patah tulang dimana fragmen tulang terlepas dari lokasi ligamen atau inseresi tendon. Remuk yaitu patah tulang dimana bagian dalam tulang berbentuk seperti spons remuk, biasanya hal ini terjadi pada tulang belakang penderita osteoporosis. Kominutif yaitu patah tulang dimana terdapat bagian tulang yang pecah dan pecahan tulang tersebut dapat menyebablan kerusakan jaringan di sekitarnya. Biasanya disebabkan oleh pukulan langsung atau tubrukan. Impaction yaitu patah tulang yang disebabkan oleh gaya kompresi sehingga ujung patahan yang satu menancap ke dalam patahan lainnya tanpa menyebabkan fraktur dislokasi (Lihat Gambar 5).

4.4  Gejala Klinis9
Berikut merupakan beberapa gejala klinis dari fraktur antebrachii diantaranya adalah nyeri terus menerus. Spasme otot, deformitas, pemendekan tulang, kreptiasi, dan pembengkakan.
Deformitas dapat disebabkan oleh karena adanya pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan eksremitas. Deformitas dapat diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas yang normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat. Pemendekan tulang dapat terjadi karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur atau dikarenakan fragmen sering saling melingkupi satu sama lain.
Krepitasi yaitu yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
Selain tanda-tanda tersebut, beberapa kasus fraktur juga ditandai dengan adanya sindroma kompartemen. Sindroma kompartemen adalah suatu kelainan yang potensial menimbulkan kedaruratan yaitu dengan adanya peningkatan tekanan interstisial dalam sebuah ruang tertutup, biasanya kompartemen oseofasial ekstremitas yang noncompliant, misalnya kompartemen ateral, anterior, dan posterior dalam tungkai serta kompartemen volar superfisial dan dalam lengan serta pergelangan tangan. Peningkatan tekanan dapat menyebabkan gangguan mikrovaskular dan nekrosis jaringan lokal.
Penyebab tersering dari sindroma kompratemen akut adalah perdarahan dari fraktur, trauma jaringan lunak atau luka bakar, cedera arteri, dan penekanan anggota badan selama kesadaran menurun. Perban atau gips yang restriktif juga dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya sindroma kompartemen.
Pada sindroma kompartemen, terrjadi penimbunan cairan di kompartemen otot, tetapi fasia fibrosa tidak dapat  mengembang sehingga terjadi edema dan tekanan meningkat. Apabila tidak segera diobati maka dapat mengakibatkan terjadinya iskemia. Gejala utama adalah nyeri hebat dan edema, tetapi gejala tersebut sering berkaitan dengan penyebab timbulnya sindroma sehingga diagnosis sering sulit ditegakkan. Penilaian neurovaskular secara berkala merupakan hal yang sangat perlu dilakukan.
Gejala klinis yang terjadi pada sindroma kompartemen dikenal dengan 5P yaitu pain (nyeri), pallor (pucat), pulselessness (berkurangnya denyut nadi), paretesia (rasa kesemutan), paralisis. Nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering. Paralisis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena sindroma kompartemen.

4.5  Komplikasi9
Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur tulang meliputi dua komplikasi utama yakni komplikasi dini dan komplikasi lanjut. Komplikasi dini dapat meliputi kehilangan darah, infeksi, emboli lemak, DVT, dan sindroma kompartemen. Komplikasi lanjut dapat menyebabkan non-union, delayed union, malunion, dan terhambatnya pertumbuhan.
Kehilangan darah terjadi karena trauma yang menyebabkan fraktur terbuka dan banyak darah yang hilang saat trauma berlangsung. Infeksi dapat terjadi terutama pada fraktur terbuka. Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Bisa terjadi oleh karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
Emboli lemak adalah tetesan lemak yang masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemak pada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun terutama bagi yang obesitas. Embolus lemak dapat timbul akibat pajanan sumsum  tulang, atau dapat terjadi akibat aktivasi sistem saraf simpatis yang menimbulkan stimulasi mobilisasi asam lemak bebas setelah trauma. Embolus lemak yang timbul setelah patah tulang panjang sering tersangkut disirkulasi paru karena ada robekan dari pembuluh balik yang mempunyai daya tarik kembali terhadap darah-darah kotor yang keluar dari pembuluh balik yang juga mengikutsertakan lemak yang dapat menimbulkan gawat napas dan gagal napas
Deep Vein Thrombosis, trombosis vena dalam sering terjadi pada individu yang tidak bergerak dalam jangka waktu yang lama  karena trauma atau  ketidakmampuannya bergerak seperti pada lazimnya. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring. Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran tulang dari tempat yang normal.  Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
Gangren gas, Gas gangren berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bakterium saprophystik gram-positif anaerob yaitu antara lain Clostridium welchii atau clostridium perfringens. Clostridium biasanya akan tumbuh pada luka dalam yang mengalami penurunan suplai oksigen karena trauma otot. Jika kondisi ini terus terjadi, maka akan terdapat edema, gelembung – gelembung gas pada tempat luka. Tanpa perawatan, infeksi toksin tersebut dapat berakibat fatal.
Selain komplikasi yang berdasarkan dari fraktur, sindroma kompartemen yang tidak mendapatkan penangan dengan segera mungkin dan sebaik mungkin juga dapat menimbulkan berbagai komplikasi.10 Beberapa komplikasinya antara lain: kegagalan dalam mengurangi tekanan intrakompartemen dapat menyebabkan nekrosis jaringan, selama perfusi kapiler masih kurang dan menyebabkan hipoksia pada jaringan tersebut.
Kontraktur Volkmann adalah deformitas pada tungkai dan lengan yang merupakan kelanjutan dari sindroma kompartemen akut yang tidak mendapat terapi selama lebih dari beberapa minggu atau bulan. Infeksi, hipestesia dan nyeri juga merupakan bagian dari komplikasi yang mungkin terjadi. Komplikasi sistemik yang dapat timbul dari sindroma kompartemen meliputi gagal ginjal akut, sepsis, dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) yang fatal jika terjadi sepsis kegagalan organ secara multisistem.

4.6  Penatalaksanaan
4.6.1        Penatalaksanaan Fraktur9
Penatalaksaaan secara umum yang dapat dilakukan antara lain mencari tanda-tnda syok ata pendarahan dan melakukan pemeriksaan ABC (Airway Management, Breathing, Circulation). Selain itu juga perlu untuk mencari trauma pada tempat lain yang berisiko (kepala dan tulang belakang, iga dan pneumotoraks, femoral dan trauma pelvis). Setelah itu dengan segara menghilangkan rasa nyeri (analgesik-antipiretik, opiat intravena, blok saraf, gips, dan traksi), buat akses intravena dengan baik dan kirim golongan darah dan sample untuk dicocokan. Untuk fraktur terbuka membutuhkan debridement, antibiotik dan profilaksis tetanus.
Penatalaksaan secara definitif dapat diakukan dengan reduksi, imobilisasi, dan rehabilitasi. Reduksi adalah penyambungan kembali tulang; penting dilakukan agar posisi dan rentang gerak normal pulih. Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi tertutup). Apabila diperlukan tindakan bedah untuk fiksasi (reduksi terbuka), dapat dipasang pen atau sekrup untuk mempertahankan sambungan. Mungkin diperlukan traksi untuk mempertahankan reduksi dan merangsang penyembuhan.
Imobilisasi dimaksudkan agar fraktur harus segera diimobilisasi agar hematom fraktur dapat terbentuk dan untuk memperkecil kerusakan. Imobilisasi jangka-panjang dilakukan setelah reduksi agar kalus dan tulang baru dapat terbentuk. Imobilisasi jangka-panjang biasanya dilakukan dengan gips, traksi, fiksasi internal, fiksasi eksternal, bracing fungsional. Rehabilitasi bertujuan untuk mengembalikan pasien ke tingkat fungsi seperti sebelum trauma dengan fisioterapi dan terapi okupasi.
4.6.2        Penatalaksanaan Sindroma Kompartemen4
Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah dekompresi.  Penanganan kompartemen secara umum meliputi terapi medikal atau non bedah dan terapi bedah. Terapi Medikal / Non bedah diindikasikan untuk diagnosa dugaan kompartemen, meliputi: menempatkan extremitas setinggi jantung untuk mempertahankan ketinggian kompartemen yang minimal.
Elevasi dapat menurunkan aliran darah sehingga memperberat iskemia; pembukaan gips dan pembalut konstriksi; pada kasus gigitan ular berbisa diberikan anti racun; mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah; pemakaian diuretik dan manitol dapat mengurangi tekanan kompartemen. Fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai >30 mmHg dan ada disfungsi neuromuskular. Tujuannya yaitu menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi otot.

4.7  Prognosis
Pada kasus fraktur, prognosisnya bergantung dari tingkat keparahan serta tata laksana dari tim medis terhadap pasien dengan korban fraktur. Jika penanganannya cepat, maka prognosisnya akan lebih baik. Begitu juga sebaliknya. Sedangkan dari tingkat keparahan, jika fraktur yang di alami ringan, maka proses penyembuhan akan berlangsung dengan cepat dengan prognosis yang baik. Tapi jikalau pada kasus yang berat prognosisnya juga akan buruk.bahkan jikalau parah, tindakan yang dapat di ambil adalah cacat fisik hingga amputasi. Selain itu penderita dengan usia yang lebih muda akan lebih bagus prognosisnya di banding penderita dengan usia lanjut.
4.8  Preventif2
Pencegahan fraktur dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya. Pada umumnya fraktur disebabkan oleh peristiwa trauma benturan atau terjatuh baik ringan maupun berat. Pada dasarnya upaya pengendalian kecelakaan dan trauma adalah suatu tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang menyebabkan fraktur. Pencegahan dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya trauma benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan aktifitas yang berat atau mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati – hati, memperhatikan pedoman keselamatan dengan memakai alat pelindung diri.

Kesimpulan
Fraktur tulang adalah hilangnya kontinuitas tulang dan kartilago. Penyebabnya digolongkan menjadi 3 yaitu fraktur traumatik, fraktur patologis dan fraktur stress. Gejala klinis yang nampak berupa reaksi peradangan yaitu kemerahan, hiperemia dan nyeri, tampak deformitas. Jika terdapat oedem, terjadi gangguan sensasi serta melemahnya denyut nadi, menandakan adanya sindrom kompartemen. Penatalaksanaanya berupa tindakan non bedah dan bedah (fasciotomi). Sementara itu penatalaksaan fraktur secara definitif berupa imobilisasi, reduksi dan rehabilitasi. Prognosisnya baik jika pasien mendapatkan perawatan dengan tepat.

Daftar Pustaka
1.      Sudoyo AW, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 25-28.
2.      Suratun, Heryati, Manurung S, Raenah E. Klien gangguan sistem muskuloskeletal. Jakarta: EGC; 2008.h.15-32.
3.      Pemeriksaan Rontgen & Ultrasonografi (USG) . 2009. Diunduh dari http://www.rsab-harapankita.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=17&Itemid=136, 15 Maret 2014.
4.      Bickley S. Anamnesis. Bates’ Guide to physical examination and history taking. International edition. 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins. Wolters Kluwer Health. 2009.
5.      Simbardjo D. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004.
6.      Mahode AA, Halim MJ, Bourman V, Hartanto YB. Terapi dan rehabilitasi fraktur. Jakarta: EGC; 2011.h.157-175.
7.      Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone; 2007. h.355-61, 368-9.
8.      Grace PA, Borley NR. Gruendemann BJ, Fernsebner B. Buku ajar keperawatan perioperatif. Jakarta: EGC; 2006.h.288-98.
9.      Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Erlangga; 2006.
10.  Oman KS, Mclain JK, Scheetz LJ. Panduan belajar keperawatan emergensi. Jakarta: EGC; 2008.h.305-16.