Pendahuluan
Setiap makhluk hidup termasuk manusia perlu bernapas
untuk kelanjutan hidupnya. Dengan bernapas, manusia memperoleh oksigen yang
berguna bagi tubunya dan membuang karbon dioksida yang dihasilkan
dari dalam tubuhnya. Sistem
pernapasan sendiri terdiri
dari hidung, faring, laring, trachea, bronkus, bronkiolus, bronkiolus terminalis, bronkiolus
respiratorius, duktus alveolaris, dan alveoli. Secara
sederana mekanisme pernapasan merupakan proses perukaran dan transportasi O2
dan CO2. Gangguan sistem
pernapasan pada manusia bisa terjadi karena gangguan mekanisme pernapasan dan
kelainan struktur pernapasan. Salah satu gangguan pernapasan yang dialami oleh manusia adalah sesak
napas.
Pembahasan
1.
Sistem Respirasi dan Fungsinya
Ketika bernapas, setiap sel dalam tubuh akan menerima
persediaan oksigen dan pada saat yang bersamaan akan melepaskan produk
oksidasinya. Oksien yang bersenyawa dengan karbon dan hidrogen dari jaringan,
memungkinkan setiap sel sendiri-sendiri melangsungkan proses metabolismenya,
yang berarti pekerjaan selesai dan hasil buangan dalam bentuk karbon dioksida
(CO2) dan air (H2O).1
Sistem respirasi mencakup dua proses yaitu respirasi
dalam (internal respiration / celluler
respiration) dan respirasi luar (external
respiration). Respirasi dalam meliputi metabolisme intra sel yang terjadi
di mitokondria termasuk konsumsi oksidegn dan produksi CO2 selama
pegambilan energi dari molekul nutrien. Sementara pernapasan luar meliputi
seluruh urutan langkah kejadian antara sel tubuh dengan lingkungan luar.
Fungsi sistem pernapasan adalah untuk mengambil oksigen (O2)
dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbon dioksida (CO2)
yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Organ-organ respiratorik
juga berfungsi dalam produksi wicara dan berperan dalam keseimbangan asam basa,
pertahanan tubuh belawan benda asing, dan pengaturan hormonal tekanan darah.2
Sistem respirasi terdiri dari sistem saluran udara (tidak
ada pertukaran gas), organ pertukaran gas (sistem alveoli paru), struktur dinding
dada, otot-otot pernapasan, pusat pernapasan, dan sistem sirkulasi darah. Pada
pembahasan kali ini, akan lebih dititik beratkan pada sistem saluran udara atau
sering juga disebut dengan saluran pernapasan.
2.
Struktur Anatomi dan Histologi Saluran Pernapasan
2.1
Hidung
Hidung memiliki
fungsi sebagai saluran udara, saringan udara dari partikel debu kasar maupun
halus, menghangatkan udara pernapasan, melembabkan udara pernapasan, dan
sebagai alat pembau. Hidung bagian luar
berbentuk pyramid disertai dengan suatu akar dan dasar. Bagian ini tersusun
dari kerangka kerja tulang, tulang rawan hialin, otot bercorak, dan jaringan
ikat.3 Kulit luar hidung merupakan epitel berlapis gepeng dengan
lapisan tanduk. Terdapat rambut sangat halus dengan kelenjar sebasea
besar-besar.
Kearah inferior
hidung memiliki dua pintu masuk berbentuk bulat panjang yaitu nostril atau
nares yang terpisah oleh septum nasi atau septum nasal. Septum nasal membagi
hidung menjadi sisi kiri dan sisi kanan rongga nasal (kavum nasi).3 Lubang
hidung bagian depan disebut nares anterior sementara lubang hidung bagian
belakang disebut nares posterior. Luas permukaannya diperbesar oleh tiga
tonjolan mirip gulungan dari dinding lateral, yang disebut konka nasalis superior,
konka nasalis media, dan konka nasalis inferior.4
Sinus paranasalis terdiri atas fontalis, etmoidalis, spgenoidalis dan maxillaries. Sinus berfungsi untuk meringankan tulang kranial, memberi area permukaan tambahan pada saluran nasal untuk menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk, memproduksi mukus, dan memberi efek resonasi dalam produksi wicara.2
Setiap bronkus primer bercabang 9-12 kali untuk membentuk bronki sekunder dan tertier dengan diameter yang semakin kecil. Saat tuba semakin menyempit, batang atau lempeng kartilago mengganti cincin kartilago. Bronki disebut juga ekstrapulmonar sampai memasuki paru-paru, setelah itu disebut intrapulmonar. Struktur mendasar dari kedua paru-paru adalah percabangan bronchhial yang selanjutnya bronchi, bronchiolus, bronchiolus terminal, bronchiolus respiratorik, duktus alveolar, dan alveoli.2
Epitel hidung
terdiri atas sel-sel kolumnar bersilia, sel goblet, dan sel-sel basofilik kecil
pada dasar epitel, yang dianggap sebagai sel-sel induk bagi penggantian jenis
sel yang lebih berkembang. Pada msnusia, jumlah sel goblet berangsur bertambah
dari anterior ke posterior. Selain mukus, epitel juga mensekresi sedikit cairan
yang membentuk laposan di antara bantalan mukus dan permukaan epitel.4
Silia melecut di
dalam lapis cairan yang membentuk laposan di antara bantalan mukus dan
permukaan epitel. Dibawah epitel terdapat lamina propria tebal yang mengandung
kelenjar submukosa, terdiri atas sel-sel mukosa dan serosa. Di dalam lamina
propia juga terdapat sel plasma, sel mast, dan kelompok jaringan lomfoid.
Dibawah epitell konka inferior tedapat pelksus vena luas yang merupakan tempat
terjadinya mimisan.4
Reseptor bagi sensai
mencium terdapat di dalam epitelolfaktoria, daerah khusus pada mukosa hidung,
yang terdapat di atap rongga hing dan meluas ke bawah sampai 8-10 mikro meter
pada kedua sisi septum.dan sedikit ke atas konka nasalis superior. Daerah
khusus pada epitel ini tidak rata dan mencakup sekitar 500 mm2.
Epitel olfaktorius adalah
epitel bertingkat tinggi dengan tebal sekitar 60 mikro meter. Ia terdiri atas
tiga jenis sel yaitu sel sustentakular, sel basal dan sel olfaktorius. Sel
olfaktorius adlah neuron bipolar , tersebar merata di antara sel-sel
sustentakular. Inti bulatnya menempati zona lebih rendah dari yang berasal dari
sel-sel penyokong. Terdapat kompleks Golgi supranuklear kecil dan beberapa
elemen tubuvestibular dan retikulum endoplasma licin. Bagian apikal sel
menyempit menjadi juluran silindris yang halus yang meluas ke atas ke permukaan
epitel tempatnya berakhir dengan melebar yang disebut bulbus olfaktorius. Merka
sedikit menonjol di atas permukaan sel-sel penyokong sekitarnya dan mengandung
badan-badan basal daro enam sampai delapan silia olfaktoria yang memancardari
paralel terhadap permukaan epitel.
Otot yang melapisi
hidung merupakan bagian dari otot wajah. Otot hidung tersusun dari M.nasalis
dan M.depressor septum nasi. Pendarahan hidung bagian luar disuplai oleh
cabang-cabang A.facialis, A.dorsalis nasi cabang, A.opthalamica dan
A.infraorbitalis cabang A.maxillaries interna. Pembuluh baliknya menuju
V.facialis dan V.opthalamica. persarafan otot-otot hidung oleh N.facialis,
kulit sisi medial punggung hidung sampai ujung hidung dipersarafi oleh
cabang-cabang infratrochlearis dan nasil externus N.opthalmicus. Kulit sisi
lateral hidung dipersarafi oleh cabang infraorbitalis N.maxillaries.3
Pembuluh-pembuluh
nadi yang mendarahi rongga hidung adalah: Aa.etmoidalis anterior dan posterior,
cabang A.opthalmica yang mendarahi pangkal hidung, sinus-sinus ethmoidalis dan
forntalis. A.sphenopalatina, cabang A.maxillaries interna, mendarahi mukosa
dinding-dinding lateral dan medial hidung. A.palatina major, cabang palatina
descendens A.maxillaries interna, yang melewati foramen palatinum majus dan
canalis incisivus serta beranastomosis dengan A.sphenopalatina. A.labialis
superior, cabang A.facialis, yang mendarai septum nasi daerah vestibulum,
beranastomosis dengan A.sphenopalatina dan seringkali menjadi lokasi kejadian
epistaxis.3
2.2 Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar
tengkorak sampai perssambungannya dengan usofagus dan ketinggian tulang rawan
krikoid. Maka letaknya di belakang hidung (naso-farinx), di belakang mulut
(oro-farinx) dan di belakang larinx (faring-laringeal). Nares posterior adalah
muara rongga-rongga hidung ke naso-farinx.1 Faring adalah tabung
muskular berukuran 12,5 cm yang merentang dari bagian dasar tulang tengkorak sampai
esofagus. Faring terbagi menjadi naofaring, orofaring, dan
laringofaring.2
2.2.1
Nasofaring
Nasofaring adalah bagian posterior rongga nasal yang
membuka ke arah rongga nasal melalui dua naris internal (koana). Dua tuba
eustachius menghubungkan nasofaring dengan telinga tengah. Tuba ini berfungsi
untuk menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi gedang telinga. Amadel
(adenoid) faring adalah penumpukan jaringan limfatik yang terletak di dekat
naris internal. Pembesaran adenoid dapat menghambat aliran udara.2
Naosfaring terdiri dari epitel bertingkat torak bersilia
bersel goblet. Dibawah membrana basalis, pada lamina propia terdapat kelenjar
campur. Pada bagian posterior terdapat jaringan limfoid yang membentuk tonsila
faringea. Terdapat muara dari saluran yang menghubungkan rongga hidung dan
telinga tengah disebut osteum faringeum tuba auditiva. Disekelilingnya banyak
kelompok jaringan limfoid disebut tonsila tuba faringea.
2.2.2
Orofaring
Orofaring dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak
muskular, suatu perpanjangan paatum keras tulang. Uvula adalah prossesus
kerucut kecil yang menjulur ke bawah dari bagian tengah tepi bawah palatum
lunak. Amandel palatinum terletak pada kedua sisi orofaring posterior.2
Epitel penyusun orofaring adalah epitel berlapis gepeng
tanpa lapisan tanduk. Osofaring terletak di belakang rongga mulut dan permukaan
belakang lidah. Orofaring akan dilanjutkan ke bagian atas menjadi epitel mulut
dan ke bawah ke epitel oesophagus. Disini terdapat tonsila palatina yang sering
meradang disebut tonsilitis.
2.2.3
Laringofaring
Laringofaring mengelilingi mulut esofagus dan laring,
yang merupakan gerbang untuk sistem respiratorik selanjutnya.2 Epitel
pada laringofaring bervariasi, sebagain besar epitel berlapis gepeng tanpa
lapisan tanduk. Laringofaring terletak di belakang larings.
2.3 Laring2
Laring (kotak suara) menghubungkan faring dengan trakea.
Laring tersusun atas epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet kecuali
ujung plika vokalis berlapis gepeng. Fungsi dari laring adalah untuk membentuk
suara (fonasi) dan mencegah benda asing memasuki jalan nafas dengan adanya
refleks batuk. Laring adalah tabung pendek berbentuk seperti kotak triangular
dan ditopang oleh sembilan katilago (tiga berpasangan dan tiga tidak
berpasangan).
Kartilago tidak berpasangan terdiri dari kartolago
tiroid, kartilago krikoid, dan epiglotis. Kartilago tiroid (jakun) terletak di
bagian proksimal kelenjar tiroid. Biasanya berukuran lebih besar dan lebih
menonjol pada laki-laki akibat hormon yang disekresi saat pubertas. Kartilago
krikoid adalah cincin anterior yang lebih kecil dan lebih tebal, terletak di
bawah kartilago tiroid. Sementara epiglotis adalah katup kartilago elastis yang
melekat pada tepian anterior kartilago tidorid. Saat menelan, eiglotis melekat
pada tepian anterior menutupi laring untuk mencegah masuknya makanan dan
cairan.
Kartilago berpasangan terdiri dari kartilago aritenoid,
kartilago kornikulata, dan kartilago kuneiform. Kartilago aritenoid terletak di
atas dan di kedua sisi kertilago krikoid. Kartilagi aritenoid melekat pada pita
suara sejari, yaitu lipatan berpasangan dari epitelium skuamosa bertingkat.
Kartilago kornikulata melekat pada bagian ujung kartilago aritenoid. Kartilago
kuneiform berupa batang-batang kecil yang membantu menopang jaringan lunak.
2.4 Trakea
Trakea adalah tuba dengan panjang 10-12cm dan diameter
2,5cm serta terletak di atas pemukaan anterior esophagus. Tuba ini merentang
dari laring pada area vertebra serviks keenam sampai area vertebra toraks
kelima tempatnya membelah menjadi dua bronkus utama. Trachea dapat tetap
terbuka karena adanya 16-20 cincin kartilago berbentuk C. Ujung posterior mulut
cincin diubungkan oleh jaringan ikat dan otot sehingga memungkinkan ekspansi
esophagus. Trakea juga dilapisi oleh epithelium repiratorik yang mengandug
banyak sel goblet.3
Susunan demikian memberi trakea keleluasan gerak yang
besar, sedangkan cincin-cincin tulang rawabnnya memungkinkannya menahan tekanan
dari luar yang dapat menutup jalan napas. Di luar tulang wan terdapat lapis
jaringan ikat padat dengan banyak serta elastin. Dinding posterior trakea tidak
dilengkapi tuang rawan terdapat lapis jaringan ikat padat dengan banyak serat
elastin. Dinding posterior trakea tidak dilengkapi tulang rawan. Seagai
gantinya terdapat pita tebal dari otot poloss yang terorientasi melintang, yang
ujung-ujungnya berbaur dengan lapis jaringan ikat padat di luar ruang rawan
tadi.4
Dengan mikroskop elektron dapat dilihat 6 jenis sel.
Yaitu sel bersilia, sel goblet, sel sikat, sel basal, dan sel
sekretorik/bergranula. Sel bersilia mempunyai silia yang panjang, aktif, motil
yang bergerak kearah faring. Sel goblet mensintesa dan mensekresi lendir,
mempunyai apparatus golgi dan retikulum endoplasma kasar di basal sel. Pada sel
goblet ada mikrovili di apex dan mengandung tetesan mukus yang kaya akan
polisakarida.
Sel sikat mempunyai mikrovilli di apex yang berbentuk
seperti sikat. Ada dua macam sel sikat, yaitu sel sikat 1 (mempunyai mikrovili
sangat panjang) dan sel sikat 2 (dapat berubah menjadi sel pendek). Sel basal
merupakan sel induk yang akan bermitosis dan beruba menjadi sel lain. Sel
sekretorik/bergranula memiliki diameter 100-300 milimikron.
2.5 Bronkus
Bronkus kanan dan kiri berjalan ke bawah dan ke luar dari
bifurkasio trakea ke hilus maisng-masing paru.5 Bronkus utama kanan
lebih pendek, lebih lebar, dan lebih vintrikal letaknya daripada yang kiri.
Oleh karena itu benda asing yang terhirup lebih cenderung masuk ke bronki kanan
dan terus ke lobus kanan tengah dan lobus bawah bronki. Bronkus uatama kiri
memasuki hilus dan terbagi menjadi brokus lobus superior dan inferior. Bronkus
utama kanan bercabang menjadi bronkus ke lobus atas seelum memasuki hilus dan
bergitu masuk hilus terbagi menjadi bronki lobus medial dan inferior.6
Bronkus primer atau ekstrapulmonal bercabang dan
menghasilkan sederetan bronki intrapulmonal yang lebih kecil. Bronki ini
dilapisi oleh epitel bertingkat semu silindris bersilia, lamina propia tipis
jaringan ikat halus dengan banyak serat elastin dan sedikit limfosit. Duktus
dari kelenjar bronchial submukosa melalui lamina propria untuk bermuara ke
dalam lumen bronkus. Di antara lempeng tulang rawan, jaringan ikat submukosa
menyatu dengan adventisia yang tebal. Pembuluh bronchial yang tampak pada
jaringan ikat bronkus mencakup sebuah arteriol, sebuh venul, dan kapiler.7
2.6 Bronkiolus
Ini adalah segmen
intraloburalis dengan garis tengah 1 mm atau kuarang. Bronkiolus tidak
mempunyai rawan atau kelenjar pada mukosanya dan hanya menunjukkan sel-sel
goblet yang tersebar dalam epitel segmen permulaan. Pada bronkiolusyang lebih
besar , epitelnya bertingkat toraks tinggi bersilia dan kekomplekkannya
berkurang dan menjadi epitel kubis bersilia pada bronkiolus terminalis.selain
sel-sel barsilia , bronkus terminalis juga mempunyai sel-sel cl;ara yang
permukaan apikalnya berbentuk kubah yang menonjol ke dalam lumen. Pemeriksaan
pada sel-sel Clara manusia berkesimpulan bahwa meraka adalah sel-sel sekretoris
akan tetapi hingga sekarang fungsinya
tidak diketahui.
Sebagian besar lamina
propia adalah oto polos dan serabut-serabut elastin. Otot bronkus dan
bronkiolus dibawah pengawasan nervus vagus dan sistem simpatis. Perangsangan
nervus vagus mengurangi garis tengah susunan tersebut, sedangkan perangsangan
simpatis menimbulkan efek yang berlawanan.
2.7 Bronkiolus Terminalis
Bronkiolus terminalis memiliki diameter kecil. Terdapat
banyak lipatan mukosa yang menyolok dan epitelnya bertingkat semua silindris
rendah bersilia dan sedikit sel goblet. Pada bronkiolus terminal, epitelnya
silindris bersilia tanpa sel goblet. Lapisan otot polos yang berkembang baik
mengelilingi lamina propia tipis, yang pada gilirannya dikelilingi ole
adventisia. Di dekat bronkiolus terdapat sebuah cabang kecil yaitu arteri pulmonaris.
Bronkiolus ini dikelilingi ole alveoli paru.8
2.8 Bronkiolus
Respiratorius
Tiap-tiap bronkiolus
terminalis bercabang menjadi 2 bronkiolus atau lebih yang berperanan sebagai
daerah peralihan antara bagian konduksi dan respirasi sistem respirasi. Mukosa
bronkiolus respiratorius terminalis kecuali bahwa dindingnya diselilingi oleh
banyak sakus alveolaris. Bagian-bagian bronkiolus respiratorius dibatasi oleh
epitel kubis bersilia, tetapi pada pinggir lubang-lubang alveolaris, epitel
bronkiolus dilanjutkan dengan epitel pembatas alveolus, selapis gepeng. Makin
ke distal bronkiolus , jumlah alveoli bertambah dgn nyata, dan jarak antara
alveoli jelas makin dekat. Antara alveoli, epitel bronkiolus terdiri atas
epitel kubis bersilia: akan tetapi, pada bagian yg lebih distal, silia mungkin
tdk ada. Sepanjang dinding yg sangat banyak mengandung alveoli, sifat
bronkiolus hanya trdpt antara alveoli dan terdiri atas sekelompok kubis-kubis
yg terletak siatas pita otot poloss dan jaringan penyambung elastin. Karna alveoli
merupakan tempat pertukaran gas digunakan utk menggambarkan fungsi ganda segmen
jalan pernapasan ini.
Dinding bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel
selapis kuboid. Pada bagian proksimalnya terdapat silia, namun hulang di bagian
disatal bronkiolus respiratorius. Sebuah duktus alveolaris muncul dari
bronkiolus respiratorius dan banyak alveoli bermuara ke dalam duktus
alveolaris. Pada setiap pintu masuk ke alveolus terdapat epitel selapi gepeng.8
2.9 Duktus
Alveolaris
Duktus alveolaris dan
alveoli dibatasi oleh sel-sel epitel selapis gepeng yg sangat tipis. Dalam
lamina propria sekitar pinggir alveoli merupakan suatu jala-jala sel-sel otot
polos yg saling menjalin. Berkas-berkas halus yg menyerupai sinkter ini tampak
sbg tombol-tombol antara alveoli yg berdekatan. Hanya matriks yg kaya akan
serabut elastin dan kolagen yg menyokong duktus dan alveolinya.
Duktus alveolaris
bermuara ke dalam atria, ruang yg menghubungkan sakus multilokularis alveoli,
dua sakus alvelolaris atau lbh terbentyuk dari tia-tiap atrium. Serabut elastin
dan kolagen yg banyak sekali trdpt membentuk jaringan kompleks yg melingkari
lubang2 atria, sakus alveolaris, dan alveoli. Serabut2 elastin memungkinkan
alveoli mengembang wkt inspirasi dan secara pasif berkontraksi waktu ekspirasi.
Kolagen berperanan sbg penyokong yg mencegah peregangan berlebihan dan
kerusakanbkapiler2 halus dan septa alveoli yg tipis.
Dari ujung duktus alveolaris terbuka pintu lebar menuju
beberapa sakus alveolaris. Saluran ini terdiri atas beberapa alveolus yang
bermuara bersama membentuk ruangan serupa rotunda yang disebut atrium. Alveolus
paru merupakan kantong yang dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang sangat
tipis, yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip
sarang tawaon.9
2.10
Alveoli
Secara struktural, alveoli menyerupai kantong kecil yg
terbuka pd salah satu sisinya, mirip sarang tawon. Dalam struktur yg menyerupai
mangkok ini, oksigen CO2 mengadakan pertukaran antara udara dan darah.
3.
Mekanisme Pernapasan
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara ototnatis walau dalam keadaan tertidur sekalipun karena
sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otononi. Menurut tempat
terjadinya pertukaran gas, maka pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu
pernapasan luar dan pernapasan dalam. Pernapasan luar adalah pertukaran udara
yang terjadi antara udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan
pernapasan dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler
dengan sel-sel tubuh. Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga
dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih
besar maka udara akan masuk. Sebaliknya apabila tekanan dalam rongga dada lebih
besar maka udara akan keluar.10
3.1 Inspirasi dan
Ekspirasi
Inspirasi
merupakan proses aktif. Kontraksi otot inspirasi akan meningkatkan volume
intratoraks. Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari nilai
normal sekitar -2,5 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal
inspirasi, menjadi -6 mmHg. Jaringan paru akan semakin teregang. Tekanan di
dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negatif, dan udara mengalir ke dalam
paru. Pada akhir inspirasi, daya recoil paru mulai menarik dinding dada kembali
ke kedudukan ekspirasi, sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya recoil
jaringan paru dan dinding dada. Tekanan di saluran udara menjadi sedikit lebih
positif, dan udara mengalir meninggalkan paru.
Selama
pernafasan tenang, ekspirasi merupakan proses pasif yang ridak memerlukan
kontraksi otot untuk menurunkan volume intratoraks. Namun pada awal ekspirasi,
sedikit kontraksi otot inspirasi masih terjadi. Kontraksi ini berfungsi sebagai
peredam daya recoil paru dan memperlambat ekspirasi. Pada inspirasi kuat, tekanan
intrapleura turun mencapai -30 mmHg sehingga pengembangan jaringan paru menjadi
lebih besar. Bila ventilasi meningkat, derajat pengempisan jaringan paru juga
ditingkatkan oleh kontraksi aktif otot ekspirasi
yang menurunkan volume intratoraks.
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan proses
pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume intratoraks.
Namun pada awal ekspirasi, sedikit kontraksi otot inspirasi masih terjadi.
Kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya recoil paru dan memperlambat
ekspirasi. Pada ekspirasi kuat, tekanan intrapleura turun mencapai -30 mm Hg
sehingga pengembangan jaringan paru menjadi lebih besar. Bila ventilasi
meningkat, derajat pengempisan jaringan paru juga ditingkatkan oleh kontraksi
aktif otot ekspirasi yang menurunkan volume intratoraks.
3.2 Transpor
Oksigen10
Sistem pengangkut O2 di tubuh terdiri atas
paru dan sistem kardiovaskular. Pengangkutan O2 menuju jaringan
tertentu bergantung pada jumlah O2 yang masuk ke dalam paru, adanya
pertukaran gas di paru yang adekuat, aliran darah yang menuju jaringan, dan
kapasitas darah untuk mengangkut O2. Aliran darah bergantung pada
derajat konstriktusijalinan vaskular di jaringan serta curah jantung. Jumlah O2
di dalam darah ditentukan oleh jumlah O2 yang larut, jumlah
hemoglobin dalam darah, dan afinitas hemoglobin terhadap O2.
Terdapat tiga keadaan penting yang mempengaruhi kurva
disosiasi hemoglobin-oksigen yaitu pH suhu dan kadar 2,3 BPG. Peningkatan suhu
atau penurunan pH mengakibatkan PO2 yang lebih tinggi diperlukan agar
hemoglobin dapat mengikat sejumlah O2. Sebaliknya, penurunan suhu atau
peningkatan pH dibutuhkan PO2 yang lebih rendah untuk mengikat sejumlah O2.
Suatu penurunan pH akan menurunkan afinitas emoglobin terhadap O2, yang
merupakan suatu pengaruh yang disebut pergeseran Bohr. Karena CO2 berekasi
dengan air untuk membentuk asam karbonat, maka jaringan aktif akan menurunkan
pH di sekelilingnya dan menginduksi hemoglobin supaya melepaskan lebih banyak
oksigennya, sehingga dapat digunakan untuk respirasi selular.
3.3 Transpor
Karbon Dioksida10
Selain perannya dalam transpor oksigen, hemoglobin juga
membantu darah untuk mengangku karbon dioksida dan membantu dalam penyanggan pH
darah yaitu, mencegah perubahan pH yang membahayakan. Sekitar 7% dari karbon
dioksida yang dibebeaskan oleh sel-sel yang berespirasi diangkut sebagai CO2
yang terlarut dalam pllasma darah. Sebanyak 23% karbon dioksida terikat dengan
banyak gugus amino hemoglobin.
Sebagain besar karbon dioksida, sekitar 70%, diangkut
dalam darah dalam bentuk ion bikaronat. Karbon dioksida yang dilepaskan oleh
sel-sel yang berespirasi berdifusi masuk ke dalam plasma darah dan kemudian
masuk ke dalam sel darah merah, dimana CO2 tersebut diubah menjadi bikarbonat.
Karbon dioksida pertama bereaksi dengan air untuk
membentuk asam karbonat, yang kemudian berdisosiasi menjadi ion hydrogen dan
ion bikarbonat. Sebagian besar ion hydrogen berikatan di berbagai tempat pada
hemoglobin dan protein lain sehingga tidak mengubah pH darah. Ion bikarbonat
lalu berdifusi ke dalam plasma. Ketika darah mengalir melalui paru-paru, proses
tersebut dibalik. Difusi O2 keluar dari darah akan menggeser kesetibangan
kimiawi di dalam sel darah merah kearah perubahan bikarbonat menjadi CO2.
3.4
Otot-Otot Pernapasan
Gerakan diafragma menyebabkan perubahan volume
intratoraks sebesar 75% selama inspirasi tenang. Otot diafragma melekat di
sekeliling bagian dasar rongga toraks, yang membentuk kubah di atas hepar dan
bergerak kea rah bawah seperti piston pada saat berkontraksi. Jarak pergerakan
diafragma berkisar antara 1,5 cm sampai 7 cm saat inspirasi dalam.
Diafragma terdiri atas tiga bagian: bagian kostal, yang
dibentuk oleh serabut otot yang bermula dari iga-iga di sekeliling bagian dasar
rongga toraks; bagian krural, yang dibentuk oleh serabut otot yang bermula dari
ligamentum disepanjang tulang belakang; dan tendon sentral, tempat insersi
serabut kostal dank rural. Tendon sentral juga mencakup bagian inferior
pericardium. Serabut krural berjalan di kedua sisi esophagus dan dapat menekan
esofgus saat berkontraksi. Bagian kostal dank rural diafragma dipersarafi oleh
bagian-bagian yang berbeda dari nervus phrenicus dan dapat perkontraksi secara
terpisah. Contohnya, pada waktu muntah dan bersendawa, tekanan intra-abdomen
meningkat akibat kontraksi serabut kostal diafragma, sedangkan serabut krural
tetap lemas sehingga memungkinkan bergeraknya berbagai zat dari lambung ke dalam esophagus.
Otot inspirasi penting lainnya adalah muskulus
interkostalis eksternus, yang berjalan dari iga ke iga secara miring kearah
bawah dank e depan. Iga –iga berputar seolah bersendi di bagian punggung
sehingga ketika muskulus interkostalis eksternus berkontraksi, iga-iga di
bawahnya akan terangkat. Gerakan ini akan mendorong sternum ke luar dan
memperbesar diameter anteroposteior rongga dada. Diameter transversal juga
meningkat, tetapi dengan derajat yang lebih kecil. baik muskulus interkostalis
eksternus maupun diafragma dapat mempertahankan ventilasi yang adekuat pada
keadaan istirahat.
Transeksi medulla spinalis di atas segmen servikalis
ketiga dapat berakibat fatal bila tidak diberikan pernafasan buatan, namun
tidak demikian halnya bila dilakukan transeksi di bawah segmen servikalis
kelima karena nervus phrenicus yang mempersarafi diafragma tetap utuh; nervus
phrenicus berasal dari medulla spinalis setinggi segmen servikalis 3-5. Sebaliknya,
pada penderita dengan paralisis otot interkostal yang masih utuh, pernafasan
otot interkostal yang masih utuh, pernafasan agak sukar tetapi cukup adekuat
untuk mempertahankan hidup. Muskulus skalenus dan sternokleidomastoideus di
leher merupakan otot inspirasi tambahan yang ikut membantu mengangkat rongga
dada pada pernapasan yang sukar dan dalam.
Jika otot ekspirasi berkontraksi, volume intratoraks akan
berkurang dan terjadi ekspirasi paksa. Efek ini dimiliki oleh muskulus
interkostalis internus karena otot-otot ini berjalan miring kea rah bawah dan
belakang dari iga ke iga sehingga pada waktu berkontraksi, otot ini akan
menarik rongga dada ke bawah . kontrksi otot dinding abdomen anterior juga ikut
membantu proses ekspirasi dengan cara menarik iga-iga kebawah dank e dalam
serta dengan meningkatkan tekanan intra-abdomen yang akan mendorong diafragma
ke atas.
4.
Sesak Napas Sebagai Gangguan Sistem Pernapasan yang
Disebabkan Batuk-Pilek
Batuk pilek atau flu yang terjadi terus menerus dapat
menimbulkan sesak napas. Bronkitis dan pneumonia adalah dua jenis penyakit yang
memiliki gejala awal batuk-pilek hingga akhirnya mengalami sesak napas.
Bronkitis sendiri adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke
paru-paru. Bronkitis merupakan akibat beberapa keadaan lain saluran pernapasan
atas dan bawah, dan biasanya melibatkan trakea juga.13
Secara umum bronkitis sibagi menjadi dua jenis, yaitu
bronkitis akut dan bronkitis kronis. Bronkitis akut timbul karena flu atau
infeksi lain pada saluran napas dan dapat membaik dalam beberapa hari atau
beberapa pekan. Brunkitis akut biasanya didahului dengan infeksi pernapasan
atas. Infeksi bakteri sekonder dengan streptococcus
pneumoniae atau H.influenzae
dapat terjadi. Khasnya, anak datang dengan batuk yang sering, pendek, dan
kering. Infeksi yang dialami ini akan membuat penderita mengalami kekurangan
oksigen. Komplikasi pada penyakit ini dapat menimbulkan pneumonia.13
Peneumonia adalah
infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantung-kantung kemampuan menyerap
oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa
bekerja. Selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita pneumonia bisa
meninggal. Mengingat Pneumonia adalah penyakit beresiko tinggi yang tanda
awalnya merupakan gejala batuk dan pilek, kemudian terasa sesak napas, ada
baiknya anak segera dibawa ke dokter.14
Kesimpulan
Manusia bernapas untuk mengambil oksigen (O2)
dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbon dioksida (CO2)
yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Sistem pernapasan sendiri terdiri dari hidung, faring, laring, trachea, bronkus, bronkiolus, bronkiolus terminalis, bronkiolus
respiratorius, duktus alveolaris, dan alveoli. Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga
dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih
besar maka udara akan masuk. Sebaliknya apabila tekanan dalam rongga dada lebih
besar maka udara akan keluar. Batuk pilek adalah gejala awal sebelum akhirnya
menimbulkan sesak napas. Penyakit yang memiliki gejala seperti itu adalah
bronkitis dan juga pneumonia.
Hipotesis yang
dibuat adala batuk pilek yang terus menerus dapat menyebabkan sesak napas pada
anak. Berdasarkan materi diatas, maka dapat dilihat bahwa ada dua jenis
gangguan atau penyakit pada saluran pernapasan yang memiliki gejala seperti
itu. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa batuk pilek merupakan gejala awal yang
dapat menyebabkan sesak napas pada anak.
Daftar
Pustaka
1.
Pearce EC. Anatomi & fisiologi u.ps. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama; 2005.
2.
Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk
pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.
3.
Santoso G. Anatomi sistem pernapasan. Edisi I. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2007.
4.
Bloom, Fawcett. Buku ajar histologi. Edisi 12. Jakarta:
Penerbit Buku Kedoktreran EGC; 2002.
5.
Gibson J. Fisiologi & anatomi modern untuk perawat.
Jakarta: Penerbit Buku Keodkteran EGC; 2003.
6.
Moffat D, Faiz O. At
glance anatomi. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2008.
7.
Eroschenko VP. Atlas histologi di fiore dengan korelasi
fungsional. Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.
8.
Arifin GF. Kumpulan foto mikroskopik histologi. Edisi 2.
Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti; 2007.
9.
Cameron Jr. Grant RM, Skonfronick JG. Fisika tubuh
manusia. Edisi 2. Jakarta: CV. Sagung Seto; 2006.
10.
Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 22.
Jakarta: EGC; 2008.
11.
Admin. Sesak nafas. Mei 2011. Diunduh dari: http://www.klikdokter.com/healthnewstopics/read/2010/11/01/15031148/sesak-nafas,
22 Mei 2011.
12.
Guyton AC. Fisiologi manusia dan mekanisme
penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 381-2.
13.
Arvin BK. Ilmu kesehatan anak nelson. Vol II. Edisi 15.
Jakarta: EGC; 2000.
14.
Misnadiarly. Penyakit infeksi saluran napas pneumonia
pada anak, oranng dewasa, usia lanjut, penumonia atipik & penumonia atypik
mycobacterium. Jakarta: Pustakan Obor Populer; 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar