Pages - Menu

Jumat, 16 November 2012

PBL Blok 2: Berpikir Kritis dalam Menyelesaikan Permasalahan Kurangnya Tenaga Medis di Pulau Terpencil Dilihat dari Religius Worldview


Abstrak
Pelayanan kesehatan dan tenaga medis adalah salah satu fasilitas yang seringkali tidak terpenuhi di pulau-pulau terpencil, salah satunya terjadi di Pulau Tujuh. Ada banyak faktor yang menyebabkan kurangnya tenaga medis di pulau terpencil tersebut, diantaranya prespektif tenaga medis berkaitan dengan pulau terpencil, fasilitas yang disediakan, anggaran dana dari pemerintah pusat, dan publikasi yang kurang. Untuk menemukan solusi yang tepat, maka masalah tersebut harus didalami dengan cara berpikir kritis melalui 5W+1H. Selain itu, kita tetap harus merujuk pada religius worldview dalam mengambil keputusan. Keputusan yang ada haruslah berdasarkan akal kita dan juga berdasarkan pada pernyataan Allah. Pada akhirnya, setiap penyelesaian dan keputusan yang kita ambil harus selalu dipertimbangkan dengan memperhatikan nilai-nilai dalam masyarakat.
Kata Kunci : kurangnya tenaga medis, berpikir kritis, religius worldview

Abstract
Medical and health services are among the facilities that are often not met in the remote islands, one of them are occurred on the Tujuh Island. There are many factors that cause a lack of medical personnel in the outlying islands, including the perspective of medical personnel relating to a desert island, the facilities provided, the funds from the central government budget, and the lack of publicity. To find the right solution, then the problem should be explored by the way of critical thinking through the 5W +1 H. Besides, we still have to refer to a religious worldview in making decisions. Decisions should be reasonable and also based on the revelation of God. In the end, every settlement, and the decisions we make should always be considered with respect to the values in the society.
Keywords: lack of medical personnel, critical thinking, religious worldview

Pendahuluan
Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.000 pulau. Tidak bisa dipungkiri, terlalu luasnya negara Indonesia membuat beberapa pulau menjadi tertinggal dalam banyak hal. Pulau yang tertinggal jauh perkembangannya dari pulau lainnya sering disebut-sebut dengan istilah pulau terpencil. Di pulau terpencil, berbagai fasilitas penunjang kehidupan masyarakat sangat minim bahkan nyaris tidak ada. Pelayanan kesehatan dan tenaga medis adalah salah satu fasilitas yang seringkali tidak terpenuhi di pulau-pulau terpencil. Tenaga medis seperti dokter keluarga yang sangat dibutuhkan di pulau terpencil, justru tidak tersedia. Padahal, pelayanan kesehatan dan tenaga medis sangat penting dan harus menjad prioritas utama yang terpenuhi.
Ada banyak faktor yang menyebabkan kurangnya tenaga medis di pulau terpencil, diantaranya prespektif tenaga medis berkaitan dengan pulau terpencil, fasilitas yang disediakan, anggaran dana dari pemerintah pusat, dan publikasi yang kurang. Untuk itu dibutuhkan cara berpikir yang kritis untuk menemukan solusi bagi permasalahan ini. Selain itu, kita juga harus tetap berpegang pada religius worldview dalam mengambil keputusan. Dengan ditemukannya solusi yang tepat bagi permasalahan ini, taraf hidup masyarakat di pulau tepencil dapat ditingkatkan dan kesehatan masyarakat disana dapat terjamin.

Pembahasan
1.      Pengertian Berpikir Kritis
John Chaffee mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir untuk menyelidiki secara sistematis proses berpikir itu sendiri. Dimotivasi oleh keinginan untuk menemukan jawaban dan mencapai pemahaman, pemikir kritis mengevaluasi pemikiran tersirat dari apa yang mereka dengar dan mereka baca. Kemudian, mereka akan meneliti proses berpikir mereka sendiri – apakah masuk akal, ketika hendak memecahkan masalah, membuat keputusan, menulis atau mengembangkan sebuah proyek.1
Berpikir kritis (critical thinking) ada bermacam-macam, pada umumnya di dalamnya terkandung pengertian mengenai menggali makna suatu masalah secara lebih mendalam, berpikiran terbuka terhadap pendekatan dan pandangan yang berbeda-beda, dan menetapkan untuk diri sendiri hal-hal yang akan diyakini dan dilakukan. Para peneliti menemukan bahwa program berpikir kritisi itu akan efektif jika bersifat domain-spesific (menyangkut hal-hal yang berhubungan langsung dengan masalah) daripada jika bersifat domain-general (berisi hal-hal umum).2

2.      Menggali Permasalahan dengan 5W+1H
“5W+1H” adalah what (apa), when (kapan), where (dimana), who (siapa), why (kenapa), dan how (bagaimana). “5W+1H” adalah kata tanya yang menimbulkan pengaruh, inspirasi, dan imajinasi. Pada prakteknya, “5W+1H” dapat digunakan untuk mengumpulkan data, selama tahap perumusan dan pemecahan masalah dengan cara yang sistematik untuk menemukan berbagai jawaban. Respons pertanyaan yang dimulai “5W+1H” berupa fakta daripada tindakan atau masalah.3
Dengan menggunakan “5W+1H”, usaha untuk mendalami suatu kasus atau permasalahan menjadi lebih mudah. Dengan begitu, diharapkan penyelesaian untuk permasalahan tersebut dapat dirumuskan dengan tepat, yaitu langsung kepada inti permasalahan. Dibawah ini akan diuraikan hasil dari penggalian kasus menggunakan “5W+1H”.
2.1  What: Apa Permasalahan yang Sedang Terjadi?
Dalam kasus disebutkan secara jelas bahwa permasalahan yang terjadi adalah kurangnya tenaga medis di pulau terpencil. Untuk kasus ini, pulau terpencil yang dimaksud adalah Pulau Tujuh.
2.2  When: Kapan Permasalahan Tersebut Terjadi?
Dalam kasus tidak terdapat kalimat atau penjelasan yang menyebutkan kapan tepatnya permasalahan tersebut terjadi.
2.3  Where: Dimana Permasalahan Tersebut Terjadi?
Sesuai dengan skenario kasus yang diterima, permasalahan tersebut terjadi di salah satu pulau terpencil yaitu Pulau Tujuh.
2.4  Who: Siapa yang Terlibat Dalam Permasalahan Tersebut?
Masyarakat dan Dinas Kesehatan terlibat dalam permasalahan di kasus ini Masyarakat yang berdomisili di pulau terpencil menjadi korban dari kurangnya tenaga medis. Mereka harus menempuh jarak jauh dan biaya yang tidak sedikit untuk mendapatkan layanan kesehatan. Sementara itu secara tidak langsung Dinas Kesehatan turut bertanggung jawab atas terjadinya permasalahan ini.
2.5  Why: Kenapa Permasalahan Tersebut Dapat Timbul?
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya permasalahan seperti pada kasus diatas. Dari begitu banyak faktor yang dapat menyebabkan kurangnya tenaga medis di pulau terpencil, ada tiga faktor yang paling dominan. Faktor-faktor tersebut adalah perspektif dokter terhadap kondisi pulau terpencil tersebut, anggaran dana dari pemerintah pusat, dan publikasi yang kurang.
2.5.1        Perspektif Dokter Terhadap Kondisi Pulau Terpencil
Data Departemen Kesehatan tahun 1978 mencatat informasi bahwa jumlah dokter spesialis yang ada di Indonesia sebanyak 115 orang, dokter umum 8.000 orang, dan bidan 16.888 orang.4  Angka ini tentu terus mengalami peningkatan hingga tahun 2012. Berdasarkan fakta tersebut, dapat disimpulkan bahwa jumlah dokter di Indonesia sebenarnya cukup banyak. Lalu mengapa masih banyak pulau maupun daerah yang kekurangan tenaga medis? Jawabannya adalah karena berbagai perspektif (pandangan) masing dokter tentang beberapa pulau di Indonesia, yang memunculkan golongan pulau yang diminati dan tidak diminati.
Dalam kasus ini, Pulau Tujuh tampaknya menjadi salah satu pulau yang kurang diminati. Kemungkinan besar, dokter-dokter enggan untuk memiliki berpraktek di Pulau Tujuh karena alasan keamanan. Pasalnya Pulau Tujuh masih berstatus quo yang diperebutkan oleh Provinsi Bangka Belitung dan Provinsi Riau, sehingga masih memungkin untuk memicu konflik.5 Namun tidak menutup kemungkinan masih banyak alasan-alasan lain yang membuat dokter enggan untuk berpraktek di pulau ini. Hal-hal yang berkaitan dengan transportasi, kondisi alam dan cuaca, fasilitas (listik, rumah, dsb), dsb, juga ikut memberikan sumbangsih besar dalam menyokong pandangan seorang dokter terhadap suatu pulau yang hendak mereka tuju.
2.5.2        Anggaran Dana dari Pemerintah Pusat
Anggaran kesehatan pada tahun 2005 hanya mencapai Rp 7,7 trilliun, namun angka tersebut terus berkembang hingga pada tahun 2008 mencapai sekitar Rp 17,9 trilliun. Selain digulirkan ke puskesmas ataupun posyandu, dana tersebut juga digunakan untuk merekrut tenaga dokter dan paramedis.6  Dana tersebut akan terus meningkat dari tahun ke tahun mengingat bertambahnya jumlah masyarakat di Indonesia.
Melalui Permenkes No .132/Menkes/Per/IV/2006 tanggal 21 April 2006, Depkes RI mengeluarkan kebijakan pemberian insentif bagi dokter spesialis, dokter atau dokter gigi, dan bidan PTT (pegawai tidak tetap) yang bekerja di daerah terpencil di seluruh Indonesia. Besaran insentif yang ada yaitu: Rp 7.500.000,-/bulan untuk dokter spesialis, Rp 5.000.000,-/bulan untuk dokter atau dokter gigi, dan Rp 2.500.000,-/bulan untuk bidan.6
Permasalahannya adalah, tidak semua semua daerah dapat memberikan insentif tersebut, kabupaten khusunya yang baru dikembangkan, kemungkinan besar akan mengalami kesulitan. Banyak pemerintah daerah yang masih mengalami ketergantungan dengan pemerintah pusat.6 Selain itu, seringkali ada beberapa daerah yang mengalami kekurangan dana untuk meningkatkan fasilitas kesehatan mereka atau untuk merekrut tenaga medis karena anggaran yang ada tidak didistibusikan dengan baik. Hal inilah yang mungkin terjadi pada Pulau Tujuh dan menyebabkan kurangnya tenaga medis disana.
2.5.3        Publikasi yang Kurang
Kurangnya media yang mempublikasikan kondisi Pulau Tujuh, mungkin dapat menjadi salah satu penyebab mengapa Pulau Tujuh mengalami permasalahan kekurangan tenaga medis. Hanya segelintir orang yang mengetahui permsalahan ini, sehingga hanya sedikit orang jugalah yang akhirnya turun tangan untuk memberi sumbangsih bagi pulau ini. Publikasi baik melalui media cetak maupun media elektronik yang berisi tentang kodisi pulau dan permasalahan yang sedang dihadapi sangatlah dibutuhkan. Hal ini agar banyak orang yang mengetahuinya dan dengan begitu setidaknya dapat menarik sejumlah besar simpati dari masyarakat.
2.6  How: Bagaimana Cara Menyelesaikan Permasalahan Tersebut?
Ada banyak cara yang dapat ditempuh untuk bisa menyelesaikan permasalahan kurangnya tenaga medis di Pulau Tujuh. Diantaranya adalah: perbaikan sistem sehingga pendistribusian anggaran dapat mencapai Pulau Tujuh, mempublikasikan Pulau Tujuh lewat media cetak maupun elektronik, segera menetapkan status Pulau Tujuh, dan menghapuskan paradigma buruk para dokter terhadap Pulau Tujuh lewat berbagai media yang dapat menyentuh hati nurani serta perasaan empati mereka.
Apabila anggaran dana yang sampai di Pulau Tujuh tidak sesuai seperti yang telah dianggarkan atau bahkan angkanya menjadi lebih kecil, maka pemerintah (terkhusus Dinas Kesehatan) wajib untuk menilai kembali sistem distribusi anggaran yang telah mereka lakukan selama ini. Apabila memang didapati kekurangan maupun kesalahan dalam sistem tersebut, maka seharusnya dengan cepat pemerintah dapat memperbaikinya agar permasalahan ini tidak berlarut-larut.
Orang-orang di Indonesia sudah akrap dengan berbagai media elektronik maupun media cetak. Hampir setiap hari orang Indonesia berhadapan dengan media-media sumber informasi tersebut. Pulau Tujuh dan permsalahannya harusnya diekspose ke media untuk mendapatkan simpati dari banya pihak. Dengan mempublikasikan kondisi Pulau Tujuh yang kekurangan tenaga medis dan bagaimana dampaknya bagi masyarakat disana, diharapkan banyak orang yang melihatnya dan kemudian bersimpati yang berujung pada kesukarelaan untuk menolong menyelesaikan permasalahan ini.
Mengubah paradigma seseorang tidaklah mudah, meskipun demikian kita pantas untuk mencoba melakukannya. Lewat publikasi yang telah dilakukan di beberapa media, diharapkan dapat mengetuh hati nurani dokter untuk mengabdi di Pulau Tujuh. Lewat panggilan jiwa yang sifatnya sukarela tersebut maka berbagai kekurangan (dalam hal transportasi, fasilitas, cuaca, dsb) tidak lagi menjadi penghalang.
Pada akhirnya, pemerintah harus cepat mengambil keputusan untuk menetapkan status dari Pulau Tujuh. Menyandang status yang masih diperebutkan membuat Pulau Tujuh terhambat dalam berbagai hal. Status yang belum jelas membuat Pulau Tujuh tergolong dalam kategori pulau yang baru dikembangkan sehingga tidak dapat menerima insentif dan masih mengalami ketergantungan dengan pemerintah pusat.

3.      Pengertian dan Fungsi Worldview
Worldview adalah suatu set ide atau asumsi atau kepercayaan tentang Allah, kehidupan alam semesta, dan apa yang ada di dalam dunia. Dapat dikatakan pula sebagai sebuah lensa yang melaluinya kita dapat melihat kenyataan hidup karena merupakan asumsi dasar dalam melihat realitas. Worldview itu abstrak karena merupakan persepsi atau cara kita memandang dan menilai suatu hal. Dengan perngertian yang berbeda akan menyebabkan perbedaan dalam berperilaku.
Setelah mengetahui pengertian dari worldview, ada baiknya untuk mengetahui apa fungsi dari worldview itu sendiri. Worldview berfungsi memberikan landasan untuk membangun suatu keputusan atau justifikasi rasional, mendasari keputusan itu masuk akal atau tidak dan memberikan rasa aman secara emosional yang akan tampak pada saat menghadapi bahaya.

4.      Pentingnya Mengenal Religius Worldview
4.1  Religius Worldview Membentuk Orientasi Hidup
Orang-orang yang berpandangan bahwa alasan menentukan kehidupan, maka orientasi hidupnya menekankan pada pentingnya akal. Sedangkan, orang-orang yang berpandangan bahwa Allah yang menentukan kehidupan, maka orientasi hidup mereka lebih menekankan bahwa pernyataan Allah itu penting. Baik akal maupun Allah, adalah dua hal yang penting dan saling berkaitan yang harus selalu disertakan dalam menentukan apa yang akan kita lakukan dalam kehidupan ini.
4.2  Religius Worldview Membangun Kemandirian
Religius worldview membimbing kita agar kuat dan kokoh bertahan dalam setiap permasalahan hidup. Karena pikiran dan cara kita memandang suatu masalah akan berpengaruh pada setiap tindakan yang mau kita putuskan. Meskipun terkadang kita bisa salah dalam mengambil keputusan dan kurang tepat dalam bertindak, kita  harus tetap  berjalan pada jalur kita  dengan memperbaiki kesalahan tersebut bukannya menghindar dan menyangkal apa yang telah terjadi. Kesalahan itu merupakan proses pendewasaan diri pribadi maka diperlukan kemandiriran diri dan pembelajaran agar tidak selalu bergantung pada orang lain. Kita berusaha mencari penyebab suatu masalah dan memecahkan masalah itu dengan pemikiran kita sendiri.
4.3  Religius Worldview Membangun Komunitas yang Sehat
Kita hidup di tengah masyarakat yang berasal dari latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. Karena itu kita perlu untuk terbuka pada  pikiran dan pandangan dari setiap anggota masyarakat. Kita juga harus memikirkan hal-hal yang dapat bermanfaat bagi semua orang, bukan hanya bagi diri kita pribadi ataupun kelompok-kelompok tertentu. Dalam memberikan pandangan kita terhadap permasalahan yang muncul, perlu juga diperhatikan apa saja yang berkaitan dengan masalah tersebut karena menyangkut kehidupan banyak orang.

Kesimpulan
Dalam menghadapi suatu permasalahan, setiap orang dituntut untuk mampu berpikir kritis. Dengan berpikir kritis, kita diharapkan melihat setiap permasalahan yang ada dari sisi yang berbeda dan pada akhirnya dapat menemukan solusi yang terbaik. Kita harus selalu ingat bahwa ketika mengambil suatu keputusan sebagai solusi, kita harus mengarah pada religius worldview.
Dalam religius worldview, kita dituntut untuk selalu menyertakan akal dan Allah dalam mengambil keputusan. Kita tidak bisa hanya mengambil keputusan berdasarkan akal kita, atau hanya berdasarkan pemahaman terhadap kemauan Allah, melainkan harus keduanya. Dengan kita berusaha mencari penyebab suatu masalah dan memecahkan masalah itu dengan pemikiran kita sendiri, maka kita dilatih untuk menjadi mandiri. Pada akhirnya, setiap penyelesaian dan keputusan yang kita ambil harus selalu dipertimbangkan dengan memperhatikan nilai-nilai dalam masyarakat. Keputusan yang kita ambil haruslah memberi manfaat bagi semua orang, bukan hanya bagi diri kita pribadi ataupun kelompok-kelompok tertentu.
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya permasalahan seperti pada kasus diatas, diantaranya adalah: perspektif dokter terhadap kondisi pulau terpencil tersebut, anggaran dana dari pemerintah pusat, dan publikasi yang kurang. Setelah berpikir kritis dan merujuk pada religius worldview, penyelesaian yang dapat ditemukan untuk kasus yang sedang dibahas dalam makalah ini, atara lain: perbaikan sistem, mempublikasikan Pulau Tujuh lewat media cetak maupun elektronik, segera menetapkan status Pulau Tujuh, dan menghapuskan paradigma buruk para dokter terhadap Pulau Tujuh.

Daftar Pustaka
1.      Johnson EB. Contextual teaching and learning: menjadikan kegiatan belajar-mengajar mengasyikan dan bermakna. Edisi 3. Bandung: Penerbit MLC; 2007. h.187.
2.      Santrock JW. Adolescence. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2003. h.141.
3.      Musrofi M. Creative manager, creative entrepreneur. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo; 2008.h.21.
4.      Manuaba IBG, Manuaba C, Manuaba F. Pengantar kuliah obstetri. Edisi 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.h.3.
5.      Hindari konflik tetap jaga keamanan Pulau Tujuh. Edisi September 2012. Diunduh dari http://www.radarbangka.co.id/berita/detail/global/11427/hindari-konflik-tetap-jaga-keamanan-pulau-tujuh.html, 01 November 2012.
6.      Kurniati A, Efendi F. Kajian SDM kesehatan di Indonesia. Jakarta Selatan: Penerbit Salemba Medika; 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar