Abstrak
Pelayanan kesehatan dan
tenaga medis adalah salah satu fasilitas yang seringkali tidak terpenuhi di
pulau-pulau terpencil, salah satunya terjadi di Pulau Tujuh. Ada banyak faktor
yang menyebabkan kurangnya tenaga medis di pulau terpencil tersebut,
diantaranya prespektif tenaga medis berkaitan dengan pulau terpencil, fasilitas
yang disediakan, anggaran dana dari pemerintah pusat, dan publikasi yang
kurang. Untuk menemukan solusi yang tepat, maka masalah tersebut harus didalami
dengan cara berpikir kritis melalui 5W+1H. Selain itu, kita tetap harus merujuk
pada religius worldview dalam
mengambil keputusan. Keputusan yang ada haruslah berdasarkan akal kita dan juga
berdasarkan pada pernyataan Allah. Pada akhirnya, setiap penyelesaian dan
keputusan yang kita ambil harus selalu dipertimbangkan dengan memperhatikan
nilai-nilai dalam masyarakat.
Kata
Kunci : kurangnya tenaga medis, berpikir kritis, religius worldview
Abstract
Medical and health services are among the facilities that are often not met in the remote islands, one of them are occurred on the Tujuh Island. There are many factors that cause a lack of medical personnel in the outlying islands, including the perspective of medical personnel relating to a desert island, the facilities provided, the funds from the central government budget, and the lack of publicity. To find the right solution, then the problem should be explored by the way of critical thinking through the 5W +1 H. Besides, we still have to refer to a religious worldview in making decisions. Decisions should be reasonable and also based on the revelation of God. In the end, every settlement, and the decisions we make should always be considered with respect to the values in the society.
Keywords: lack of medical personnel, critical thinking, religious worldview
Medical and health services are among the facilities that are often not met in the remote islands, one of them are occurred on the Tujuh Island. There are many factors that cause a lack of medical personnel in the outlying islands, including the perspective of medical personnel relating to a desert island, the facilities provided, the funds from the central government budget, and the lack of publicity. To find the right solution, then the problem should be explored by the way of critical thinking through the 5W +1 H. Besides, we still have to refer to a religious worldview in making decisions. Decisions should be reasonable and also based on the revelation of God. In the end, every settlement, and the decisions we make should always be considered with respect to the values in the society.
Keywords: lack of medical personnel, critical thinking, religious worldview
Pendahuluan
Negara
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.000 pulau. Tidak
bisa dipungkiri, terlalu luasnya negara Indonesia membuat beberapa pulau
menjadi tertinggal dalam banyak hal. Pulau yang tertinggal jauh perkembangannya
dari pulau lainnya sering disebut-sebut dengan istilah pulau terpencil. Di
pulau terpencil, berbagai fasilitas penunjang kehidupan masyarakat sangat minim
bahkan nyaris tidak ada. Pelayanan kesehatan dan tenaga medis adalah salah satu
fasilitas yang seringkali tidak terpenuhi di pulau-pulau terpencil. Tenaga
medis seperti dokter keluarga yang sangat dibutuhkan di pulau terpencil, justru
tidak tersedia. Padahal, pelayanan kesehatan dan tenaga medis sangat penting
dan harus menjad prioritas utama yang terpenuhi.
Ada
banyak faktor yang menyebabkan kurangnya tenaga medis di pulau terpencil,
diantaranya prespektif tenaga medis berkaitan dengan pulau terpencil, fasilitas
yang disediakan, anggaran dana dari pemerintah pusat, dan publikasi yang
kurang. Untuk itu dibutuhkan cara berpikir yang kritis untuk menemukan solusi bagi
permasalahan ini. Selain itu, kita juga harus tetap berpegang pada religius worldview dalam mengambil
keputusan. Dengan ditemukannya solusi yang tepat bagi permasalahan ini, taraf
hidup masyarakat di pulau tepencil dapat ditingkatkan dan kesehatan masyarakat
disana dapat terjamin.
Pembahasan
1. Pengertian Berpikir Kritis
John Chaffee mendefinisikan berpikir kritis
sebagai berpikir untuk menyelidiki secara sistematis proses berpikir itu
sendiri. Dimotivasi oleh keinginan untuk menemukan jawaban dan mencapai
pemahaman, pemikir kritis mengevaluasi pemikiran tersirat dari apa yang mereka
dengar dan mereka baca. Kemudian, mereka akan meneliti proses berpikir mereka
sendiri – apakah masuk akal, ketika hendak memecahkan masalah, membuat
keputusan, menulis atau mengembangkan sebuah proyek.1
Berpikir kritis (critical thinking) ada bermacam-macam, pada umumnya di dalamnya
terkandung pengertian mengenai menggali makna suatu masalah secara lebih
mendalam, berpikiran terbuka terhadap pendekatan dan pandangan yang
berbeda-beda, dan menetapkan untuk diri sendiri hal-hal yang akan diyakini dan
dilakukan. Para peneliti menemukan bahwa program berpikir kritisi itu akan
efektif jika bersifat domain-spesific (menyangkut
hal-hal yang berhubungan langsung dengan masalah) daripada jika bersifat domain-general (berisi hal-hal umum).2
2. Menggali Permasalahan dengan 5W+1H
“5W+1H” adalah what (apa), when (kapan), where (dimana), who (siapa), why (kenapa), dan how (bagaimana). “5W+1H”
adalah kata tanya yang menimbulkan pengaruh, inspirasi, dan imajinasi. Pada
prakteknya, “5W+1H” dapat digunakan untuk mengumpulkan data, selama tahap
perumusan dan pemecahan masalah dengan cara yang sistematik untuk menemukan
berbagai jawaban. Respons pertanyaan yang dimulai “5W+1H” berupa fakta daripada
tindakan atau masalah.3
Dengan menggunakan “5W+1H”, usaha untuk
mendalami suatu kasus atau permasalahan menjadi lebih mudah. Dengan begitu,
diharapkan penyelesaian untuk permasalahan tersebut dapat dirumuskan dengan
tepat, yaitu langsung kepada inti permasalahan. Dibawah ini akan diuraikan
hasil dari penggalian kasus menggunakan “5W+1H”.
2.1 What: Apa Permasalahan yang Sedang Terjadi?
Dalam kasus disebutkan secara jelas bahwa
permasalahan yang terjadi adalah kurangnya tenaga medis di pulau terpencil.
Untuk kasus ini, pulau terpencil yang dimaksud adalah Pulau Tujuh.
2.2 When: Kapan Permasalahan Tersebut Terjadi?
Dalam kasus tidak terdapat kalimat atau
penjelasan yang menyebutkan kapan tepatnya permasalahan tersebut terjadi.
2.3 Where: Dimana Permasalahan Tersebut Terjadi?
Sesuai dengan skenario kasus yang diterima,
permasalahan tersebut terjadi di salah satu pulau terpencil yaitu Pulau Tujuh.
2.4 Who: Siapa yang Terlibat Dalam Permasalahan Tersebut?
Masyarakat dan Dinas Kesehatan terlibat dalam
permasalahan di kasus ini Masyarakat yang berdomisili di pulau terpencil
menjadi korban dari kurangnya tenaga medis. Mereka harus menempuh jarak jauh
dan biaya yang tidak sedikit untuk mendapatkan layanan kesehatan. Sementara itu
secara tidak langsung Dinas Kesehatan turut bertanggung jawab atas terjadinya
permasalahan ini.
2.5 Why: Kenapa Permasalahan Tersebut Dapat Timbul?
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan
timbulnya permasalahan seperti pada kasus diatas. Dari begitu banyak faktor
yang dapat menyebabkan kurangnya tenaga medis di pulau terpencil, ada tiga
faktor yang paling dominan. Faktor-faktor tersebut adalah perspektif dokter
terhadap kondisi pulau terpencil tersebut, anggaran dana dari pemerintah pusat,
dan publikasi yang kurang.
2.5.1
Perspektif
Dokter Terhadap Kondisi Pulau Terpencil
Data Departemen Kesehatan tahun 1978 mencatat informasi
bahwa jumlah dokter spesialis yang ada di Indonesia sebanyak 115 orang, dokter
umum 8.000 orang, dan bidan 16.888 orang.4 Angka ini tentu terus mengalami
peningkatan hingga tahun 2012. Berdasarkan fakta tersebut, dapat disimpulkan
bahwa jumlah dokter di Indonesia sebenarnya cukup banyak. Lalu mengapa masih
banyak pulau maupun daerah yang kekurangan tenaga medis? Jawabannya adalah
karena berbagai perspektif (pandangan) masing dokter tentang beberapa pulau di
Indonesia, yang memunculkan golongan pulau yang diminati dan tidak diminati.
Dalam kasus ini, Pulau Tujuh tampaknya menjadi
salah satu pulau yang kurang diminati. Kemungkinan besar, dokter-dokter enggan
untuk memiliki berpraktek di Pulau Tujuh karena alasan keamanan. Pasalnya Pulau
Tujuh masih berstatus quo yang diperebutkan oleh Provinsi Bangka Belitung dan
Provinsi Riau, sehingga masih memungkin untuk memicu konflik.5 Namun
tidak menutup kemungkinan masih banyak alasan-alasan lain yang membuat dokter
enggan untuk berpraktek di pulau ini. Hal-hal yang berkaitan dengan
transportasi, kondisi alam dan cuaca, fasilitas (listik, rumah, dsb), dsb, juga
ikut memberikan sumbangsih besar dalam menyokong pandangan seorang dokter
terhadap suatu pulau yang hendak mereka tuju.
2.5.2
Anggaran
Dana dari Pemerintah Pusat
Anggaran
kesehatan pada tahun 2005 hanya mencapai Rp 7,7 trilliun, namun angka tersebut
terus berkembang hingga pada tahun 2008 mencapai sekitar Rp 17,9 trilliun.
Selain digulirkan ke puskesmas ataupun posyandu, dana tersebut juga digunakan
untuk merekrut tenaga dokter dan paramedis.6 Dana tersebut akan terus meningkat dari
tahun ke tahun mengingat bertambahnya jumlah masyarakat di Indonesia.
Melalui
Permenkes No .132/Menkes/Per/IV/2006 tanggal 21 April 2006, Depkes RI
mengeluarkan kebijakan pemberian insentif bagi dokter spesialis, dokter atau
dokter gigi, dan bidan PTT (pegawai tidak tetap) yang bekerja di daerah
terpencil di seluruh Indonesia. Besaran insentif yang ada yaitu: Rp
7.500.000,-/bulan untuk dokter spesialis, Rp 5.000.000,-/bulan untuk dokter
atau dokter gigi, dan Rp 2.500.000,-/bulan untuk bidan.6
Permasalahannya
adalah, tidak semua semua daerah dapat memberikan insentif tersebut, kabupaten
khusunya yang baru dikembangkan, kemungkinan besar akan mengalami kesulitan.
Banyak pemerintah daerah yang masih mengalami ketergantungan dengan pemerintah
pusat.6 Selain itu, seringkali ada beberapa daerah yang mengalami
kekurangan dana untuk meningkatkan fasilitas kesehatan mereka atau untuk
merekrut tenaga medis karena anggaran yang ada tidak didistibusikan dengan
baik. Hal inilah yang mungkin terjadi pada Pulau Tujuh dan menyebabkan
kurangnya tenaga medis disana.
2.5.3
Publikasi
yang Kurang
Kurangnya
media yang mempublikasikan kondisi Pulau Tujuh, mungkin dapat menjadi salah
satu penyebab mengapa Pulau Tujuh mengalami permasalahan kekurangan tenaga
medis. Hanya segelintir orang yang mengetahui permsalahan ini, sehingga hanya
sedikit orang jugalah yang akhirnya turun tangan untuk memberi sumbangsih bagi
pulau ini. Publikasi baik melalui media cetak maupun media elektronik yang
berisi tentang kodisi pulau dan permasalahan yang sedang dihadapi sangatlah
dibutuhkan. Hal ini agar banyak orang yang mengetahuinya dan dengan begitu
setidaknya dapat menarik sejumlah besar simpati dari masyarakat.
2.6 How: Bagaimana Cara Menyelesaikan Permasalahan
Tersebut?
Ada
banyak cara yang dapat ditempuh untuk bisa menyelesaikan permasalahan kurangnya
tenaga medis di Pulau Tujuh. Diantaranya adalah: perbaikan sistem sehingga
pendistribusian anggaran dapat mencapai Pulau Tujuh, mempublikasikan Pulau
Tujuh lewat media cetak maupun elektronik, segera menetapkan status Pulau
Tujuh, dan menghapuskan paradigma buruk para dokter terhadap Pulau Tujuh lewat
berbagai media yang dapat menyentuh hati nurani serta perasaan empati mereka.
Apabila
anggaran dana yang sampai di Pulau Tujuh tidak sesuai seperti yang telah
dianggarkan atau bahkan angkanya menjadi lebih kecil, maka pemerintah
(terkhusus Dinas Kesehatan) wajib untuk menilai kembali sistem distribusi
anggaran yang telah mereka lakukan selama ini. Apabila memang didapati
kekurangan maupun kesalahan dalam sistem tersebut, maka seharusnya dengan cepat
pemerintah dapat memperbaikinya agar permasalahan ini tidak berlarut-larut.
Orang-orang
di Indonesia sudah akrap dengan berbagai media elektronik maupun media cetak.
Hampir setiap hari orang Indonesia berhadapan dengan media-media sumber
informasi tersebut. Pulau Tujuh dan permsalahannya harusnya diekspose ke media
untuk mendapatkan simpati dari banya pihak. Dengan mempublikasikan kondisi Pulau
Tujuh yang kekurangan tenaga medis dan bagaimana dampaknya bagi masyarakat
disana, diharapkan banyak orang yang melihatnya dan kemudian bersimpati yang
berujung pada kesukarelaan untuk menolong menyelesaikan permasalahan ini.
Mengubah
paradigma seseorang tidaklah mudah, meskipun demikian kita pantas untuk mencoba
melakukannya. Lewat publikasi yang telah dilakukan di beberapa media,
diharapkan dapat mengetuh hati nurani dokter untuk mengabdi di Pulau Tujuh.
Lewat panggilan jiwa yang sifatnya sukarela tersebut maka berbagai kekurangan
(dalam hal transportasi, fasilitas, cuaca, dsb) tidak lagi menjadi penghalang.
Pada
akhirnya, pemerintah harus cepat mengambil keputusan untuk menetapkan status
dari Pulau Tujuh. Menyandang status yang masih diperebutkan membuat Pulau Tujuh
terhambat dalam berbagai hal. Status yang belum jelas membuat Pulau Tujuh
tergolong dalam kategori pulau yang baru dikembangkan sehingga tidak dapat
menerima insentif dan masih mengalami ketergantungan dengan pemerintah pusat.
3. Pengertian dan Fungsi Worldview
Worldview
adalah suatu set ide atau asumsi atau kepercayaan tentang Allah, kehidupan alam
semesta, dan apa yang ada di dalam dunia. Dapat dikatakan pula sebagai sebuah
lensa yang melaluinya kita dapat melihat kenyataan hidup karena merupakan
asumsi dasar dalam melihat realitas. Worldview itu abstrak karena merupakan
persepsi atau cara kita memandang dan menilai suatu hal. Dengan perngertian
yang berbeda akan menyebabkan perbedaan dalam berperilaku.
Setelah
mengetahui pengertian dari worldview, ada
baiknya untuk mengetahui apa fungsi dari worldview
itu sendiri. Worldview berfungsi
memberikan landasan untuk membangun suatu keputusan atau justifikasi rasional,
mendasari keputusan itu masuk akal atau tidak dan memberikan rasa aman secara
emosional yang akan tampak pada saat menghadapi bahaya.
4. Pentingnya Mengenal Religius Worldview
4.1 Religius
Worldview Membentuk
Orientasi Hidup
Orang-orang
yang berpandangan bahwa alasan menentukan kehidupan, maka orientasi hidupnya
menekankan pada pentingnya akal. Sedangkan, orang-orang yang berpandangan bahwa
Allah yang menentukan kehidupan, maka orientasi hidup mereka lebih menekankan
bahwa pernyataan Allah itu penting. Baik akal maupun Allah, adalah dua hal yang
penting dan saling berkaitan yang harus selalu disertakan dalam menentukan apa
yang akan kita lakukan dalam kehidupan ini.
4.2 Religius
Worldview Membangun
Kemandirian
Religius worldview
membimbing kita agar kuat dan kokoh bertahan dalam setiap permasalahan hidup.
Karena pikiran dan cara kita memandang suatu masalah akan berpengaruh pada
setiap tindakan yang mau kita putuskan. Meskipun terkadang kita bisa salah
dalam mengambil keputusan dan kurang tepat dalam bertindak, kita harus tetap
berjalan pada jalur kita dengan
memperbaiki kesalahan tersebut bukannya menghindar dan menyangkal apa yang
telah terjadi. Kesalahan itu merupakan proses pendewasaan diri pribadi maka
diperlukan kemandiriran diri dan pembelajaran agar tidak selalu bergantung pada
orang lain. Kita berusaha mencari penyebab suatu masalah dan memecahkan masalah
itu dengan pemikiran kita sendiri.
4.3 Religius
Worldview Membangun
Komunitas yang Sehat
Kita
hidup di tengah masyarakat yang berasal dari latar belakang kebudayaan yang
berbeda-beda. Karena itu kita perlu untuk terbuka pada pikiran dan pandangan dari setiap anggota
masyarakat. Kita juga harus memikirkan hal-hal yang dapat bermanfaat bagi semua
orang, bukan hanya bagi diri kita pribadi ataupun kelompok-kelompok tertentu.
Dalam memberikan pandangan kita terhadap permasalahan yang muncul, perlu juga
diperhatikan apa saja yang berkaitan dengan masalah tersebut karena menyangkut
kehidupan banyak orang.
Kesimpulan
Dalam
menghadapi suatu permasalahan, setiap orang dituntut untuk mampu berpikir
kritis. Dengan berpikir kritis, kita diharapkan melihat setiap permasalahan
yang ada dari sisi yang berbeda dan pada akhirnya dapat menemukan solusi yang
terbaik. Kita harus selalu ingat bahwa ketika mengambil suatu keputusan sebagai
solusi, kita harus mengarah pada religius
worldview.
Dalam
religius worldview, kita dituntut
untuk selalu menyertakan akal dan Allah dalam mengambil keputusan. Kita tidak
bisa hanya mengambil keputusan berdasarkan akal kita, atau hanya berdasarkan
pemahaman terhadap kemauan Allah, melainkan harus keduanya. Dengan kita
berusaha mencari penyebab suatu masalah dan memecahkan masalah itu dengan
pemikiran kita sendiri, maka kita dilatih untuk menjadi mandiri. Pada akhirnya,
setiap penyelesaian dan keputusan yang kita ambil harus selalu dipertimbangkan
dengan memperhatikan nilai-nilai dalam masyarakat. Keputusan yang kita ambil
haruslah memberi manfaat bagi semua orang, bukan hanya bagi diri kita pribadi
ataupun kelompok-kelompok tertentu.
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan
timbulnya permasalahan seperti pada kasus diatas, diantaranya adalah:
perspektif dokter terhadap kondisi pulau terpencil tersebut, anggaran dana dari
pemerintah pusat, dan publikasi yang kurang. Setelah berpikir
kritis dan merujuk pada religius
worldview, penyelesaian yang dapat ditemukan untuk kasus yang sedang
dibahas dalam makalah ini, atara lain: perbaikan sistem,
mempublikasikan Pulau Tujuh lewat media cetak maupun elektronik, segera
menetapkan status Pulau Tujuh, dan menghapuskan paradigma buruk para dokter
terhadap Pulau Tujuh.
Daftar
Pustaka
1. Johnson
EB. Contextual teaching and learning: menjadikan kegiatan belajar-mengajar
mengasyikan dan bermakna. Edisi 3. Bandung: Penerbit MLC; 2007. h.187.
2. Santrock
JW. Adolescence. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2003. h.141.
3. Musrofi
M. Creative manager, creative entrepreneur. Jakarta: Penerbit PT Elex Media
Komputindo; 2008.h.21.
4. Manuaba
IBG, Manuaba C, Manuaba F. Pengantar kuliah obstetri. Edisi 1. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2007.h.3.
5. Hindari
konflik tetap jaga keamanan Pulau Tujuh. Edisi September 2012. Diunduh dari
http://www.radarbangka.co.id/berita/detail/global/11427/hindari-konflik-tetap-jaga-keamanan-pulau-tujuh.html,
01 November 2012.
6. Kurniati
A, Efendi F. Kajian SDM kesehatan di Indonesia. Jakarta Selatan: Penerbit
Salemba Medika; 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar