Pages - Menu

Senin, 27 Januari 2014

PBL Blok 13: Alzheimer dan Hipertensi pada Lansia


Pendahuluan
Proses penuaan adalah suatu proses yang tidak dapat dicegah maupun dihindari oleh siapapun. Seiring dengan bertambahnya usia, itu berarti bahwa terjadi perubahan kemampuan suatu sistem yang salah satunya disebebkan oleh peristiwa degenerasi Degenerasi otak merupakan salah satu proses yang tidak dicegah bahkan kebanyakan dari penyakit yang timbul dari degenerasi tersebut tidak dapat disembuhkan. Alzheimer adalah salah satu dari penyakit degenerasi otak yang mengakibatkan seseorang mengalami gangguan dalam beberapa aspek kemampuannya. Selain terancam dengan penyakit-penyakit akibat degenerasi, orang yang telah lanjut usia juga memiliki ancama lebih tinggi terhadap risiko tekanan darah tinggi. Komplikasi dari darah tinggi cukup berbahaya sehingga penyakit yang satu ini perlu penanganan yang cukup serius. Pada makalah kali ini adakan menitikberatkan pada kedua penyakit diatas yaitu Alzheimer dan hipertensi yang berpedoman pada sebuah kasus yang diderita oleh seseorang berusia 65tahun.

Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan kepada pasien secara langsung apabila kondisinya memungkinkan, namun dapat ditanyakan pula pada orang terdekat atau orang yang mengantar pasien ke dokter. Sesuai dengan kasus, pertanyaan yang diajukan dapat meliputi identitas diri, keluhan utama, sejak kapan keluahan utama muncul, keluhan lain yang mungkin dirasakan, riwayat penyakit yang diderita saat ini , riwayat penyakit dahulu, apakah pernah mengalami cidera atau terjatuh, bagaimana riwayat kejiwaan, dan kondisi sosial ekonomi pasien.



Didapatkan hasil anamnesis sebagai berikut:
Nama                                            : Tn.B
Usia                                              : 65thn
Keluhan Utama                             : Pikun sejak setengah tahun yang lalu (selalu
  salah bila melakukan pembayaran, alamat
  tempat tinggal tidak tahu, hari apa sekarang
  tidak tahu atau salah menyebutkan, nama cucu
  tersayang lupa)
Keluhan Lain                                : Jarang mau melakukan aktivitas, terkesan acuh
  tidak peduli, lebih banyak berdiam diri, makan-
  minum bila tidak disediakan tidak
  makan/minum
Riwayat Penyakit Sekarang           : Hipertensi (tekanan darah tinggi) sejak usia 50
  tahunan
Riwayat Penyakit Dahulu : Apakah pernah jatuh? Apakah pernah
  menderita parkinson, huntington, penyakit
  creutzfeldt-jakob, demensia frontotemporali,
  demensia dengan badan lewy, stroke,
  neurosifilis, MCI?
Riwayat Kesehatan Keluarga        : Apakah ada keluarga yang memiliki keluhan
  yang sama atau menderita penyakit seperti
  yang telah disebutkan diatas?
Riwayat Kejiwaan             : Apakah terjadi disintegrasi kepribadian?
                                                       Apakah terjadi gangguan perilaku? Terkesan
  acuh tidak peduli
Sosial Ekonomi                             : Istri telah meninggal sehingga diurus oleh
  anak- anaknya, makan- minum bila tidak
  disediakan tidak  makan/minum. Paparan stres?




Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan nadi, tekanan darah, suhu, dan pernapasan. Pemeriksaan nadi yang normal bagi lansia mendapatkan hasil 60-80x/menit, sementara itu suhu tubuh normal berkisar antara 36.6C-37,2C (perbedaan pengukuran di oral 0.2C-0.5C lebih rendah dari suhu rektal, pemeriksaan di axilla 0.5C lebih rendah dari suhu oral), niai normal untuk pernapasan lansia adalah 14-18x/menit, dan tekanan darah normal pada lansia usia 65 tahun 135-140/85.
 Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan data berikut ini:
Suhu                     : 36C (normal)
Nadi                      : 80x/menit  (normal)
Nafas                    : 18x/menit (normal)
Tekanan Darah     : 160/100 (hipertensi)

 Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan MMSE (Mini Mental State Examination)1
Pemeriksaan MMSE yang juga biasa disebut pemeriksaan status mini mental sangat penting dilihat. Skor dibawah 21 meningkatkan kemungkinan terkena demensia. Demensia tetap bisa ada meskipun skor MMSE normal (lebih mungkin pada pasien muda atau berpendidikan). Lembar pemeriksaan dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Nomor 1, 2, dan 4 memiliki skor 5, nomor 3, 5 dan 8 memiliki skor 3, nomor 6 skor 2, sisanya memiliki skor 1.
2.      SPECT (Single Photon Emission CT)
Alat ini menggunakan teknik isotop yang menggunakan sinar gamma. Isotop yang dipakai adalah radio isotop xenon 133. Bisa mendeteksi daerah di otak yang terganggu. Selain itu juga dapat mendeteksi jenis serangan dalam empat jam setelah serangan. Pada beberapa kasus, alat ini mempunyai tingkat akurasi 60 persen untuk mmebantu dokter mendiagnosis pasien yang terkena transient ischemic attack setelah 24 jam serangan.

3.      ADL dan IADL
Uraian yang jelas mengenai derajad kebugaran pasien atau penurunan kapasitas fungsional yang dibuat berdasarkan masalah medis maupun psikososial adalah penting. Penilaian fungsional ini mencakup penentuan kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas dasar kehidupan sehari-hari (ADL-activities of daily living) yang diberlukan bagi perawatan diri sendiri, dan juga kemampuan untuk mengerjakan tugas yang lebih komples bagi kehidupan yang independen yaitu aktivitas instrumental kehidupan sehari-hari (IADL-instrumental activities of daily living).
ADL mencangkup pekerjaan mandi, berpakaian, membuang hajat, makan, duduk atau berbaring serta bangkit dari kuris atau tempat tidur, dan terkahir berjalan. IADL mencangkup pekerjaan berbelanja, memasak, mengelola keungan, pekerjaan rumah tangga, menggunakan telepon, dan berpergian ke luar rumah. Bagi pasien yang kondisinya rapuh, penilaian di rumah oleh seorang pengamat yang terlatih sangat diperlukan, tetapi untuk sebagian besar pasien, pengisian blanko kuesioner dapat dilakukan sendiri oleh pasien atau pun keluarga. Setelah itu, dokter harus menentukan penyebab gangguan dan apakah gangguan tersebut dapat diatasi. Penilaian tersebut harus disimpulkan dengan pemeriksaan status sosial ekonomi dan sistem yang mendukung kehidupan sosial pasien.
Pemeriksaan ADL dapat dilakukan dengan menggunakan indeks ADL Barthel (BAI) seperti yang tercantum di bawah. Apabila skor mencapai 20 maka pasien dinyatakan mandiri, 12-19 pasien memiliki ketergantungan ringan, skor 9-11 ketergatungan sedang, dan jika skor hanya berkisar antara 0-4 pasien memiliki ketergantungan total.



Tabel. 1 Indeks ADL Barthel (BAI)
Fungsi
Skor
Keterangan
Mengendalikan rangsangan pembuangan tinja
0
1
2
Tak terkendali atau tidak teratur (perlu pencahar)
Kadang-kadang tak terkendali (1x seminggu)
Terkendali teratur
Mengendalikan rangsangan berkemih
0
1
2
Tak terkendali atau pakai kateter
Kadang-kadang tak terkendali (1x/24 jam)          
Mandiri
Membersihkan diri (seka muka, sisir rambut, sikat gigi)
0
1
Butuh pertolongan orang lain
Mandiri
Penggunaan jamban, masuk dan keluar (melepaskan celana, membersihkan, menyiram)
0
1


2
Tergantung pertolongan orang lain
Perlu pertolongan pada beberapa keiatan tetapi dapat mengerjakan sendiri beberapa kegiatan yang lain
Mandiri
Makan
0
1
2
Tidak mampu
Perlu ditolong memotong makanan
Mandiri
Berubah sikap dari berbaring ke duduk
0
1
2
3
Tidak mampu
Perlu bantuan untuk bisa duduk
Bantuan minimal 1 orang
Mandiri
Berpindah/berjalan
0
1
2
3
Tidak mampu
Bisa dengan kursi roda
Berjalan dengan bantuan 1 orang
Mandiri
Memakai baju
0
1
2
Tergantung oranglain
Sebagian dibantu
Mandiri
Naik turun tangga
0
1
2
Tidak mampu
Butuh pertolongan
Mandiri
Mandi
0
1
Tergantung oranglain
Mandiri


4.      Geriatric Depression Scale (GDS)
Geriatric depression scale (GDS) adalah suatu bentuk penilaian dengan menggunakan laporan dari 30 pertanyaan yang digunakan untuk mengidentifikasi depresi pada orangtua. Skala ini pertama kali dikembangkan pada tahun 2982 oleh J.A. Yesavage dan lain-lain. Pertanyaan-pertanyaan GDS dijawab dengan “ya” atau “tidak”. Kesederhanaan ini memungkinkan untuk gigunakan pada individu yang sakit atau sedang mengalami gangguan kognitif. Setiap pertanyaan memiliki point satu. Jika total point yang didapat 0-9 maka dikatakan normal, 10-19 dikatakan agak tertekan, 20-30 sebagai mengalami depresi berat.
Pertanyaan yang tersedia adalah sebagai berikut: apakah pada dasarnya anda puas dengan hidup Anda? Apakah Anda memiliki banyak kegiatan yang sesuai dengan minat Anda? Apakah Anda merasa bahwa hidup Anda kosong? Apakah Anda sering merasa bosan? Apakah Anda memiliki harapan tentang masa depan? Apakah Anda terganggu oleh pikiran-pikiran Anda  yang tidak bisa keluar dari kepala Anda? Apakah Anda sering merasa bersemanga? Apakah Anda takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada Anda? Apakah Anda sering merasa bahagia? Apakah Anda sering merasa tidak berdaya? Apakah Anda sering merasa gelisah? Apakah Anda lebih memilih untuk tinggal di rumah, daripada pergi keluar dan melakukan hal-hal baru? Apakah Anda sering khawatir tentang masa depan? Apakah Anda merasa Anda memiliki lebih banyak masalah dengan memori daripada kebanyakan? Apakah Anda pikir hidup Anda indah saat ini?
Apakah Anda sering merasa murung dan sedih? Apakah Anda merasa cukup berharga? Apakah Anda khawatir banyak tentang masa lalu? Apakah Anda menemukan kehidupan yang sangat menarik? Apakah sulit bagi Anda untuk memulai proyek-proyek baru? Apakah Anda merasa penuh energi? Apakah Anda merasa bahwa situasi Anda memiliki harapan? Apakah Anda berpikir bahwa kebanyakan orang lebih baik daripada Anda? Apakah Anda sering marah karena hal-hal kecil? Apakah Anda sering merasa ingin menangis? Apakah Anda memiliki kesulitan berkonsentrasi? Apakah Anda menikmati bangun di pagi hari? Apakah Anda lebih suka untuk menghindari pertemuan sosial? Apakah mudah bagi Anda untuk membuat keputusan? Apakah pikiran Anda sejelas dulu? Jawaban yang akan mendapat satu point adalah apabila secara urut terjawab sebagai demikian: tidak, ya, ya, ya, tidak, ya, tidak, ya, tidak, ya, ya, ya, ya, ya, tidak, ya, ya, ya, tidak, ya, tidak, ya, ya, ya, ya, ya, ya, tidak, ya, tidak, tidak.
5.      MRA (Magnetic Resonnace Angiography)
Kerusakan atau gangguan yang terjadi pada arteri merupakan penyebab terjadinya stroke. Kelainan yang terjadi pada arteri di otak dapat berupa sumbatan, peradangan, maupun penyempitan dinding arteri. Kelainan-kelainan tersebut dapat dideteksi melalui pemeriksaan angiografi (cairan kontras-pen disuntikan melalui arteri, kemudian di rontgen). Dengan kemajuan ilmu kedokteran, kini angiografi dapat digabungkan dengan prosedur pemeriksaan MRA (Magnetic Resonace Angiography).2
MRA merupakan modalitas penginderaan terkomputasi yang sensitif terhadap aliran darah. Jaringan sekitar tidak terindrakan, tetapi arteri atau vena terlihat seperti pada pemeriksaan angiografi. Perbedaan antara keduanya adalah tidak adanya pemberian suatu zat kontras pada pemeriksaan MRA. Pemeriksaan ini memberikan hasil yang lebih baik untuk arteria karotis dan arteria vertebralis pada daerah leher. Penelitian terbatu menunjukan bahwa MRA sangat akurat dalam mencari penyempitan akibat aterosklerosis pada arteri karotis didaerah leher. MRA memperlihatkan gambaran 3 dimensi yang memungkinkan dokter untuk melakukan manipulasi dan evaluasi pembuluh darah dalam beberapa proyeksi.3

6.      PET (Positron Emission Tomography)
PET adalah teknik pencitraan diagnostik yang noninvasi untuk mengukur aktivitas metabolisme sel dalam tubuh manusia. keunikan PET adalah kemampuannya memproduksi citra dari biokimia atau fusngi dasar tubuh. Teknik ini terutama berguna untuk mempelajari pola aktivitas otak dan terbukti sangat bernilai dalam mendiagnosis penyakit neurologis seperti penyakit Alzheimer, Parkinson, Huntington, dan Sindrom Down serta studi pola aktivasi otak tipikal pada skizofrenia dan depresi.
Scan PET meliputi penggunaan sejumlah kecil radiosotop jenis tertentu-radioisotop pengemisi positron. Produksi emisi positron ini dihasilkan oleh bombardir atom pada energi tinggi dalam mesin yang disebut siklotron, zat yang terbentuk memiliki waktu paruh sangat pendek dengan mengemisikan positron, “elekron positif”. Posittron ini akan “musnah” bila bergabung dengan elektron dan emisi positron akan menghasilkan sinar gamma yang dapat dideteksi kamera gamma.

7.      Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakan tanpa adanya konfirmasi dari hasil pemeriksaan neuropatologi. Secara umum akan didapatkan atropi yang bilateral, simetris, sering kali berat otak berkisar 1000gr (850-1250gr). Beberapa penelitaian mengunggapkan atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipiltal, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh.
Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari ditemukan neurofibrillary tangles (NFT) yang merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. NFT ini juga terdapat pada neokorteks, hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain didapatkan pada penyakit alzheimer, juga ditemukan pada otak manula, down syndrome, parkinson, SSPE, sindroma ektrapiramidal, supranuklear palsy.

8.      Pemeriksaan Laboratorium
Darah lengkap, urin lengkap, gula darah, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, tes fungsi tiroid,   pemeriksaan serologi, seperti TPHA/ VDRL, HIV dan pemeriksaan cairan serebrospinal dapat dilakukan juga.

Working  Diagnosis
1.      Alzheimer4
Bentuk demensia yang tersering adalah Alzheimer. Alzheimer tergolong dalam demensia primer bersamaan dengan demensia frontotemporall, chorea, dan parkinson. Alzheimer (AD) adalah penyakit yang bersifat degeneratif dan progresif pada otak yang menyababkan cacat spesifik pada neuron, serta mengakibatkan gangguan memori, berpikir, dan tingkah laku. Pada proses penuaan normal, sel-sel saraf dalam otak tidak hilang dalam jumlah yang besar, namun AD mengganggu ketiga proses pening yaitu hubungan antara sel saraf-metabolisme-proses perbaikan. Gangguan ini akhirnya menyebabkan banyak sel saraf yang tidak bergungsi, kehilangan kontak dengan sel saraf lainnya dan mati.
1.1  Etiologi4
Alzheimer dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti infeksi (neurosifilis, tuberkulosis, penyakit virus), gangguan metabolik (hipotirodisme, keseimbangan elektrolit), defisiensi zat-zat makanan (defisiensi vit B12, niasin, korsakoff), lesi desak ruang (hematoma subdural, tumor, abses), infrak otak, zat-zat toksik (alkohol, obat-obatan, arsen), ganguan vaskular (emobolis serebral, vaskulitis serebral), penyakit parkinson, penyakit wilson, penyakit huntington, depresi, maupun cedera kepala sebelumnya.
1.2  Epidemiologi4
Satu dari sepuluh orang pasein Alzheimer berusia lebih dari 65 tahun dan hampir separuhnya berusia lebih dari 85 tahun. Dengan penyebaran yang cepat pada populasi yang berusia lebih ua, diperkirakan 14 juta manusia akan menderita AD pada tahun 2050. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, Alzheimer merupakan gangguan demensia yang paling sering terjadi. Secara kasar tercatat 60%-80% dari keseluruhan penderita demensia di Amerika Serikat merupakan Alzheimer. Alzheimer dengan gangguan lain (misalnya hidrosefalus dan defisiensi vit B12) terdapat sekitar 5%.
1.3  Patofisologi4
Secara makroskopik, perubahan otak pada AD melibatkan kerusakan berat neuron korteks dan hipokampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah intrakranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologis (struktural) dan biokimia pada neuron-neuron. Perubahan morfologis terdiri dari dua ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi degenerasi soma (badan) dan atau akson serta dendrit neuron. Salah satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris, yaitu struktur intraselular yang berisis serat kusus, melintir, yang sebaian besar terdiri dari protein yang disebut “tau”.
Dalam sistem saraf pusat, protein tau sebagian besar telah dipelajari sebagai penghambat pembentuk struktural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus, dan merupakan komponen penting dari sitoskleton (kerangka penyangga interna) sel neuronal. Di dalam neuron-neuron, mikrotubulus membentuk struktur yang membawa zat-zat makanan dan molekul lain dari badan sel menuju ujung akson, sehingga membentuk jembatan penghubung dengan neuron lain. Pada orang yang terserang AD, terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat dengan mikrotubulus secara bersama-sama.
Tau yang abnormal terpuntir masuk ke filamen heliks ganda yang sekelilingnya masing-masing terluka. Dengan kolapsnya sistem transport internal, hubungan intersellular adalah yang pertama kali tidak berfungsi, dan akhirnya diikuti dengan kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan rusaknya neuron berkembang bersamaan dengan perkembangan AD.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama teridi dari beta amiloid (A-beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein besar disebut protein prekusor amiloid (APP), yang dalam keadaan normal melekat pada membran neuronal dan berperan dalam perumbuhan dan pertahanan neuron.
APP terbagi menjadi fragmen-fragmen oleh protease dan salah satu fragmennya adalah A-beta “lengket” yang berkembang menjadi gumpalan yang dapat terlarut. Gumpalan tersebut akhirnya tercampur dengan bagian dari neuron dan sel-sel glia. Setelah beberapa waktu, campuran A-beta membeku menjadi fibril-fibril yang membentuk plak yang matang, padat, tidak dapat larut, diyakini beracum bagi neuron yang utuh. Selain itu, A-beta mengganggu hubungan interselular dan menurunkan respon pembuluh darah sehingga menyebabkan makin rentnnya neuron-neuron terhadap stresor. Walaupun kekusutan dan plak tidak khas pada AD, distribusinya menyebar dan melimpah dalam otak yang merupakan ciri khas dari Alzheimer.
Para peneliti telah meneliti berbagai faktor lain yang terlibat dalam memicu atau memperpanjang waktu memburuknya AD. Salah satu faktor ini adalah stres oksidatif, akibat molekul-molekul yang disebut “radikal bebas” dan dihasilkan melalui mekanisme metaboik normal. Radikal bebas adalah zat yang sangat reaktif yang dapat memodifikasi molekul lain, seperti asam seoksiribonukleat (DNA) dan fosfolipid dalam membran sel. Sebaliknya, molekul baru menjadi aktif kembali dan dapat melepaskan radikal bebas tambahan dan kemudian akan merusak neuron. Toksisitas neuronal dapat menyebabkan AD melalui mekanisme seperti perubahan struktur protein pada didinding sel dan kerusakan membran sel yang mengatur aliran molekul antara cairan ekstraselular dan intraselular.
Faktor lain yang terlibat dalam AD adalah inflamasi. Peranan proses inflamasi dicerminkan dengan adanya mikroglia dalam plak karakteristik yang memperlihatkan bagiaman glia dan neuron dapat berinteraksi dalam siklus tanpa ujung yang menyebabkan perubahan neuronal seperti yang terlihat pada AD. Yang berkaitan erat dengan teori stress oksidati dan inflamsi adalah kerusakan neuronal jangka panjang akibat infrak otak, yaitu cedera daerah otak akibat terputusnya suplai darah ke neuron-neuron.
1.4  Manifestasi Klinik5
Pada awal perjalanan penyakit, terjadi gangguan memori yang jelas, terutama memori jangka pendek. Pasien mengalami kesulitan belajar dan meningat informasi baru. Riwayat penyakit biasanya didapatkan dari keluarga dekat dan bukan dari pasien yang mungkin belum menyadari masalahnya. Pada tahap lajut, gangguan memori, bersamaan dengan defisit atensi akan menyebabkan disorientasi waktu. Terjadi kesulitan mencari kata-kata dan hilangnya pengetahuan umum. Defisit persepsi dapat disertai dengan halusinasi dan delusi. Pada akhirnya, terjadi kehilangan fungsi kognitif global yang berat-amnesia, afasia, apraksia dan agnosia. Disintegrasi kepribadian dengan gangguan perilaku, inkontinesia, meningkatnya dependesi, dan kematian dalam 5-10 tahun.
1.5  Penatalaksanaan6
Penyakit Alzheimer tidak dapat disembuhkan dan belum ada obat yang terbukti tinggi efektivitasnya. Selain mengatasi gejala perubahan tingkah laku dan membangun “rapport” dengan pasien, anggota keluar dan pramuwerfh, saat ini fokus pengobatan fungsi kognitif adalah pada defisit sistem kolinergik. Tacrine, donepezil, rivastigmin, dan galantamin adalah kolinesterase inhibitor yang telah disetujui oleh U.S Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan penyakit Alzheimer. Efek farmakologi obat-obatan ini adalah dengan menghambat enzim kolinesterase dengan hasil meningkatnya kadar asetilkolin di jaringan obat.
Tacrine saat ini jarang digunakan karena efek sampingnya ke organ hati (hepatotoksik). Donepezil dimulai pada dosisi 5mg perhari, dan dosis dinaikan menjadi 10mg perhari setelah satu bulan pemakaian. Odsisi rivastigmin dinaikan dari 1,5 mg dua kali perhari menjadi 3mg dua kali perhati, kemudian 4,5 mh dua kali perhari, sampai dosisi maksimal 6mg dua kali perhati. Dosisi dapat dinaikan pada interval antara 1 sampai 4 minggu. Sementara galantamin diberikan dengan dosisi awal 4mg dua kali perhari, untuk dinaikan menjadi 8mg dua kali perhari dan kemudian 12 mg perhari. Sama seperti rivastigmin, interval peningkatan dosis dapat diakukan 1-4 minggu. Dosisi harian efektif untuk masing-masing obat adalah 5-10 mg untuk donepenzil, 6-12 mg untuk rivastigmin, dan 16-24 mg untuk galantamin.
Antioksidan yang telah diteli dan memberikan hasil yang cukup baik untuk terapi AD adalah vitamin E. Pemberian vitamin ini dapat memperlambat progesi penyakit Allzheimer menjadi lebih berat. Vitamin E banyak digunakan sebagai terapi tambahan karena harganya murah dan dianggap aman. Selain itu, mematin juga merupakan obat yang disetuji oleh FDA untuk digunakan sebagai terapi. Bila obat ini ditambahkan pada pasien Alzheimer yang telah mendapatkan kolinestrase inhibitor dosisi tetap, didapatkan perbaikan fungsi kognitif, berkurangnya penurunan status fungsional, dan berkurangnya gejala perubahan perilaku baru.
1.6  Komplikasi7
Dengan semakin berkembangnya penyakit alzheimer, pengidapnya akan kehilangan kemampuan untuk menjaga dirinya. Hal inilah yang membuat pengidap alzheimer rentan terhadap berbagai masalah kesehatan. Kesulitan menelan makanan dan cairan menyebabkan pendeirta alzheimer menghirup (menghisap) apa yang mereka makan atau minum ke dalam saluran pernapasan dan paru yang dapat menyebabkan pneumonia. Kesulitan menahan air seni membuat pendeirta membutuhkan kateter urin yang dapat menyebabkan risiko infeksi saluran kemih. Pengidap Alzheimer mudah gamang sehingga bisa sering terjatuh. Akibat jatuh bisa terjadi luka di kepala, seperi pendarahan otak. Operasi untuk memperbaiki luka akibat jatuh juga berisiko.
1.7  Prognosis
Dikarenakan belum ada obat yang dapat benar-benar menyembuhkan Alzheimer, harapan hidup rata-rata untuk seseorang penderita Alzheimer adalah 8 sampai 10 tahun setelah timbulnya gejala. Namun, orang dengan penyakit Alzheimer ada yang juga tetap dapat bertahan hingga 20 tahun setelah tanda-tanda Alzheimer pertama muncul. Lamanya hidup penderita tergantung pada usia seseorang saat timbulnya penyakit serta apa masalah medis yang dialami selain Alzheimer. Biasanya komplikasi pneumonia dari Alzheimer merpakan penyebab terbesar kematian.
1.8  Preventif
Mengkonsumsi minyak ikan dan makanan-makanan yang mengandung antioksidan dapat melindungi otak dari serangkan radikal bebas. Berolahraga rutin juga terbukti dapat mencegah Alzheimer. Melakukan berbgai latihan kognitid seperti mengisi teka-teki silang, membaca, bermain catur, menghafal, memecahkan masalah, menulis lagu, belajar musik, dan belajar bahasa baru dapat dilakukan untuk mencegah terjadi Alzheimer

2.      Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik yang menetap di atas atau sama dengan 140mm Hg atau tekanan darah diastolik yang menetap di atas atau sama dengan 90mm Hg. Sebelum mendiagnosis seseorang menderita hipertensi, harus terlebih dahulu membuktikan peninggian tekanan darah pada sedikitnya tiga pemeriksaan dalam masa 2 minggu. Pasien juga harus bebas stress pada saat pemeriksaan (misalnya bebas dari nyeri).1 Adapula penggolongan hipertensi yang didasarkan pada kelompok umur maupun tingkatan hipertensi seperti tertera pada tabel-tabel dibawah ini.
Tabel 3. Hipertensi Menurut Kelopok Umur Berbeda8
Kelompok Usia
Normal (mmHg)
Hipertensi (mmHg)
Bayi
80/40
90/60
Anak 7-11th
100/60
120/80
Remaja 12-17th
115/70
130/80
Dewasa 20-45th
              45-65th
             >65th
120-125/75-80
135-140/85
150/85
135/90
140/90-160/95
160/95

Tabel 4. Tingkatan Hipertensi

Sistolik
Diastolik
Normal
Di bawah 130mmHg
Dibawah 85mmHg
Normal tinggi
130-139mmHg
85-89mmHg
Stadium 1 (hipertensi ringan)
140-159mmHg
90-99mmHg
Stadium 2 (hipertensi sedang)
160-179mmHg
100-109mmHg
Stadium 3 (hipertensi berat)
180-209mmHg
110-119mmHg
Stadium 4 (hipertensi maligna)
210mmHg atau lebih
120mmHg atau lebih
2.1  Etiologi1
Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, ras, dan pola hidup. Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia seseorang. Pada umumnya, insiden pada pria memiliki angka yang lebih tinggi daripada wanita, namun pada usia pertengahan dan lebih tua, insiden pada wanita mulai meningkat sehingga pada usia diatas 65 tahun insiden pada wanita lebih tinggi. Orang dengan penghasilan rendah, tingkat pendidikan rendah, dan kehidupan atau pekerjaan yang penuh stres agaknya berhubungan dengan isniden hipertensi yang lebih tinggi.8
Hipertensi dibagi menjadi dua berdasarkan pada etiologinya, yaitu hipertensi esensial dan hipertensi sekunder. Hipertensi esensial merupakan bentuk hipertensi yang paling lazim pada semua kelompok usia kecuali anak-anak. Penyebab dari hipertensi esensial belum dapat dipahami sepenuhnya. Pada umumnya, bila faktor penyebab dapat diatasi, tekanan darah dapat kembali normal.1
Hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa proses patologik yang dapat dikenali, biasanya yang terkait dengan fisiologi ginjal. Penyebab hipertensi sekunder antara lain, sternosis arteri renalis (atau penyebab peningkatan renin plasma lainnya), penyakit parenkim ginjal (glomerulonefritis, nefropati diabetik, penyakit polikistik, uropati obstruktif), obat-obatan (kontrasepsi oral, streroid), peninggian kadar katekolamin (feokromositoma), glukokortikoid (sindrom Cushing), atau mineralokortikoid (hipoaldosteroinisme).1
2.2  Epidemiologi6
Data epidemiologis menunjukan bahwa dengan makin meningkatnya populasi usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan beertambah, dimana baik hipertensi sistolik maupun hidpertensi kombinasi sistolik dan diastolik. Selain itu, lajut pengendalian tekanan darah yang dahulu terus meningkat, dalam dekade terakihir tidak menunjukan kemajuan lagi dan pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari seluruh pasien hipertensi.
2.3  Patofisiologi9
Hipertensi esensial melibatkan interaksi yang sangat rumit antara faktor genetik dan lingkungan yang dihubungkan oleh pejamu mediator neuro-humonal. Secara sederhana hipertensi esensial disebabkan oleh peningkatan tahanan perifer dan atau peningkatan volume darah. Ada beberapa teori mengenai hipertensi esensial yang meliputi: peningkatan aktivitas saraf simpatis (SNS), peningkata aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA), defek pada transpor garam dan air, dan interaksi kompleks yang melibatkan resistensi insulin dan fungsi endotel.
Peningkatan aktivitas SNS tidak luput akibat adanya respon maladaptif terhadap stimulasi saraf simpatis. Peningkatan dari aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron secara langsung menyebabkan vasokunstriksi tetapi juga meningkatakan aktivitas SNS dan menurunkan kadar protsglandin vasodilator dan oksida nitrat. Selain dari pada itu, peningkatakan RAA memediasi remodeling arteri dan memediasi kerusakan organ akhir pada jantung, pembuluh darah, dan ginjal.
Defek pada transpor garam dan air yang dikarenakan ganguan aktivitas pepetina natriuretik otak (BNF), peptida natriuretrik atrial (ANF), adrenomedulin, urodilatin, endotelin, kalsium, magnesium, dan kalium yang rendah. Hipertensi sering terjadi pada pendeirta diabetes, dan resistensi insulin ditemukan pada banyak pasien hipertensi yang tidak memiliki diabetes klinis. Resistensi insulin dan kadar insulin yang tinggi meningkatkan aktivitas SNS dan RRA. Teori-teori tersebut pada akhirnya dapat menerangkan mengenai bagiamana terjadinya hipertensi esensial.
2.4  Manifestasi Klinis9
Biasanya tidak bergejala pada stadium awal. Bila tekanan darah meningkat secara akut, pasien dapat mengalami epitaksis, sakit kepala, penglihatan kabur, tinitus, pusing, defisit neurologis transien atau agina. Bila perkembangan gejala lebih lambat, pasien dapat datang dengan gejala yang berhubungan dengan kerusakan organ akhir, seperti gagal jantung kongestif, stroke, gagal ginjal atau retinopati.
2.5  Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi pada dasarnya sama pada setiap tingkat usia. Direkomendasikan agar tekanan darah dapat mencapai kurang dari 140/90mm Hg pada pasien lanjut usia. Pengobatan nonfarmakologi yang bisa dilakukan antara lain  menghentikan merokok, menurunkan berat badan berlebih, menurunkan konsumsi alkohol berlebihan, latihan fisik atau aktivitas fisik, menurunkan asupan garam, meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak.6 Penurunan berat badan pada kasus obesitas di usia lanjut dan mengurangi asupan garam amat penting dalam pengelolaan hipertensi. Pengurangan asupan garam sampai 2 gram (Na=80mmol) sehari berhasil menurunkan tekanan darah selama lebih dari 30 bulan bahkan 40% pasien dapat menghentikan penggunaan obat hipertensi.10



Sementara itu, terapi farmakologis yang bisa digunakan antara lain: pemberian diuretika (terutama jenis thiazide atau aldosterone antagonist), beta blocker (BB), angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI), calcium channel blocker (CBB), dan angiotensin II receptor blocker atau AT1 receptor antagonis/blocker (ARB). Masing-masing obat tersebut memiliki efektivitas dan keamanan dalam pengobatan hipertensi, tetapi pemilihat obat antihipertensi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: faktor sosial ekonomi, profil faktor risiko kardiovaskular, ada tidaknya kerusakan organ target, ada tidaknya penyakit penyerta, variasi individu dan respon pasien terhadap obat yang digunakan pasien untuk penyakit lain.6
Tabel 5. Indikasi Kelas-Kelas Utama Obat Antihipertensi6
Kelas Obat
Indikasi
Diuretika (Thiazide)
Gagal jantung kongestif, usia lanjut, ras Afrika
Diuretika (Loop)
Insufisiensi ginjal, gagal jantung kongestif
Diuretika (anti aldosteron)
Gagal jantung kongestif
Penyekat β
Angina pektoris, gagal jantung kongestif, kehamilan
Calcium Antagonist (dihydropiridine)
Usia lanjut, angina pektoris, penyakit pembuluh darah perifer, aterosklerosis karotis, kehamilan
Calcium Antagonist (verapamil, diltiazem)
Angina pektoris, aterosklerosis karotis
Penghambat ACE
Gagal jantung kongestif, disfungsi ventrikel kiri, nefropati DM tipe 1, proteinuria
Angitensin II receptor antagonist (AT1 blocker)
Nefropati DM tipe 2, mikroalbuminuria, diabetik, batuk karena ACEI
α blocker
Hiperplasia prostat, hoperlidemia
2.6  Komplikasi
Tekanan darah yang menetap pada kisaran angka tinggi membawa risiko berbahaya. Biasnaya muncul berbagai komplikasi, diantaranya: kerusakan gangguan pada otak, gangguan pada kerusakan mata, gangguan dan kerusakan jantung, gangguan dan kerusakan ginjal. Tekanan darah yang tinggi pada pembuluh darah otak mengakibatkn pembuluh sulit meregang sehingga darah yang ke otak kekurangan oksigen. Selain itu, pembuluh darah di otak sangat sensitif sehingga ketika semakin melemah maka menimbulkan pendarahan akibat pecahnya pembuluh darah.
Tekanan darah tinggi juga dapat melemahkan bahkan merusak pembuluh darah di belakang mata. Gejalanya yaitu pandangan kabur dan berbayang. Akibat tekanan darah yang tinggi, jantung harus memompa darah dengan tenaga ekstra keras hingga kahirnya otot jantung semakin menebal dan melemah kemudian kehabisan energi untuk memompa lagi. Parahnya jika terjadi penyumbatan pembuluh akibat aterosklerosis dengan gejala yaitu pembengakakan pada pergeangan kaki, peningkatan berat badan dan napas yang tersengal-sengal.
2.7  Prognosis
Usia, ras, jenis kelamin, kebiasaan mengkonsumsi alkohol, hiperkolesterol, intoleransi glukosa dan berat badan, semuanya mempengaruhi prognosis dari penyakit hipertensi esensial pada lansia. Semakin muda seorang terdiagnosis hipertensi pertama kali, maka semakin buruk perjalanan penyakitnya apalagi bila tidak ditangani dengan baik. Di Amerika Serikat, ras kulit hitam mempunyai angka morbiditas dan mortalitas empat kali lebih besar dari pada ras kulit putih. Prevelensi hipertensi pada wanita premenopause tampaknya lebih sedikit dari pada laki-laki dan wanita yang telah meneopause.
2.8  Preventif
Pencegahan hipertensi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara sederhana seperti menghambiskan waktu selama 30-40 menit untuk berolahraga sebanyak 2-3 kali seminggu, perbanyak berjalan kaki, hindari konsumsi makanan yang berminyak, kurangi konsumsi garam dan gula, perbanyak konsumsi buah-buahan dan sayuran segar, hentikan kebiasaan merokok dan konsumsi minuman beralkohol, bebaskan pikiran dari stres dan tekanan pikiran buruk lainnya, serta tidur yang cukup pada malam hari.

Differential Diagnosis
1.      Parkinson6
Penyakit parkinson adalah sutau kelainan fungsi otak yang disebabkan oleh proses degeneratif progresif sehubungan dengan proses menua di sel-sel substansia nigra pars compacta dan karakteristik ditandai dengan tremor waktu istirahat, kekauan otot dan sendiri, kelabanan gerak dan biacara (bardikinesia) dan instabilitas posisi tegak. Penyebab dari parkinson sendiri belum diketahui degan pasti, tetapi beberapa penelitian menunjukan bahwa terdapat faktor genetik yaang mendasari terjadinya Parkinson. Faktor lainnya yang juga menjadi penyebab proses degenerasi ini antara lain proses menua otak, stres oksidatif, terpapar pestisida atau anti jamur cukup lama, infeksi, kafein, alkohol, trauma kepada, depresi, dan merokok.

2.      Huntington
Penyakit huntington adalah penyakit herediter yang jarang terjadi, dinamakan sesuai dengan nama seorang dokter Amerika yang pertama kali menulis penyakit ini. Nama awal penyakit ini adalah chorea Huntington, dari bahasa Yunani yang berarti tarian. Chorea digambarkan sebagai gerakan memutar, memutir, membelit, tidak terkontrol dan konstan yang memburuk secara progresif sejalan dengan berkembangnya penyakit. Namun saat ini penderita huntington mengalami rigditas berat dan tidak mampu bergrak yang berat sehingga gejala dominannya adalah akinesia.
Huntington terjadi akibat degenerasi neuron yang terperogram secara genetik ddi daerah ganglia basalis. Struktur-struktur ini terletak daam otak dan lebih tepat disebut “nukleus” yang merupakan istilah untuk kumpulan neuron dalam SSP. Gangllia basalin, selain menghasilkan neurotransmiter juga mengatur, mengontrol, dan mengkoordinasi gerakanvolunter. Sasaran huntington khusunya adalah neuron pada stiatum, terutama yang berda dalam nukleus kaudatus, putamen, dan globus palidus. Korteks juga terserang, yang mengontrol pikiran, presepsi, dan memori.
Awal dari huntington tidak diketahui dan biasanya dibulai dengan beberapa gerakan mirip chorea, kelabilan emosi, kekacauan intelektual, dan mudah lupa. Sejalan dengan memburuknya penyakit, gejala menjadi semakin berat dan makin nyata bagi keluarga dan teman-teman. Secara berangsur-angsur, pasien tidak mampu berkonsentrasi atau menjalankan kehidupan sehari-hari dan pasien mudah marah dengan meledak-ledak.

3.      Creutzfeldt-Jakob
Penyakit creutzfeldt-jakob adalah gangguan otak degeneratif yang mengarah pada demnsia dan akhirnya kematian. Penyakit ini disebabkan oleh jenis protein prion yang abnormal. Selain itu, orang juga bisa menderita penyakit ini melalui mutasi gen namun hanya terjadi sekitar 5-10% kasus. Gejala dari penyakit ini ditandai dengan kemunduran mental yang cepat, biasanya hanya dalam waktu beberapa bulan. Kemudian disertai dengan perubahan kepribadian, kegelisahan, depresi, kehilangan memori, gangguan berpikir, penglihatan kabur, insomnia, kesulitan berbica, hingga akhirnya mengaami kesulitan menelan. Penderita bisanya berakhir dengan koma atau mengalami gagal jantung, gagal pernafasan dan peneumonia.

4.      Demensia Frontotemporal11
Demensia frontotemporal dapat mecapai 25% dari seluruh demensia presenilis yang disebabkan oleh atrofi otak. Penyakit ini tertutama timbul antara usia 45 dan 65 tahun. Gejala awal demensia frontotemporal paling umum adalah perubahan dalam kepribadian dan tingkah laku. Seorang mulai melakukan hal-hal yang sangat berbeda dari karakternya. Selain itu, demensia frontotemporal mempengaruhi kemampuan bahasa. Penderita mulai kesulitan menemukan kata-kata untuk menyampaikan masksud. Ingatan yang dimiliki relatif normal, dan hal inilah yang membantu untuk membedakan secara klinis penyakit ini dengan demensia Alzheimer.

5.      Demensia dengan Badan Lewy
Demensia dengan badan lewy atau dementia lewy bodies (DLB) adalah bentuk demensia yang memiliki karakteristik serupa dengan Alzheimer dan penyakit Parkinson. DLB menyumbang sekitar 10% dari semua kasus dimensia pada orangtua. Demensia dengan badan lewy dapat menyerang laki-laki maupun perempuan dengan kemungkinan yang sama besar dan lazim biasanya pada orang diatas usia 65.
Demensia dengan badan lewy adalah penyakit progresif yang berarti dapat memburuk dari waktu ke waktu. Seorang dengan DLB biasanya akan memiliki beberapa gejala Alzheimer dan penyakit Parkinson. Mereka mungkin mengalmi masalah dengan perhatian dan kewaspadaan, sering memiliki disorientasi spasial dan menglami kesulitan koordinasi kegiatan mental. Memori memang terpengaruh akan tetapi kurang seperti pada Alzheimer. Mereka juga bisa memiliki gejala kelambatan, kekakuan otot, gemetar dari tungkai, kehilangan ekspresi wajah, dan perubahan dalam kekuatan dan suara. Namun, ada gejala khusus untuk DLB yaitu penderita mengalami halusinasi isual rinci yang menyakinkan (melihat hal-hal yang tidak ada), tertidur sangat mudah, gelisah, terganggu di malam hari, kebingungan, dan mimpi buruk.

6.      Stroke4
Istilah stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Istilah ini biasanya diunakan untu menjelaskan infrak serebrum. Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi: arteri karotis interna dan sisten vertebrobasilar atau semua cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infrak atau kematian jaringan.
Tanda utama stroke adalah munculnya secara mendadak satu atau lebih defisit neurologik fokal. Defisit tersebut mungkin mengalami perbaikan dengan cepat, mengalami perburukan progresif atau menetaap. Gejala umum berupa baal atau lemas mendadak di wajah, lengan, atau tungkai, terutama di salah satu sisi tubuh; gangguan penglihatan seperti penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau keduaa mata; bingung mendadak; tersandung selagi berjalan, pusing berhoyang, hilangnya keseimbangan atau koordinasi dan nyeri epada mendadak tanpa kausa yang jelas.

7.      Neurosifilis
Neurosifilis adalah infeksi otak atau sumsum tulang belakang yang terjadi pada orang yang menderita sifilis namun tidak diobati selama bertahun-tahun. Neurosifilis disebabkan oleh treponema pallidum, bakteri yang menyebabkan sifilis. Neurosifilis biasanya terjadi sekitar 10-20 tahun setelah seseorang pertama terinfeksi sifilis. Namun, tidak semua orang yang memderita sifilis akaan mengalami neurosifilis.
Ada lima bentuk berbeda dari neurosifilis yaitu asimtomatik (tanpa gejala), paresis umum (gangguan fungsi mental seperi perubahan kepribadian atau suasana hati), meningeal neurosyphilis (sakit kepala, leher kaku, mual, muntah, kehilangan penglihatan atau pendengaran), meningovaskular (sama seperti gejala meningeal neurosyphiis dan mengalami stroke), terakhir tabes dorsalis (kelemahan otot dan sensai mati rasa, kesemutan, nyeri pad tungkai atau perut, kegagalan koodinasi otot, dan gangguan kandung kemih).

8.      MCI (Mild Cognitive Impairment)
MCI adalah suatu gangguan kognitif tingan. Gangguan ini dapat didefinisikan sebagai tahap peralihan antara penurunan kognitif yang diharapkan dari penuaan normal dan penurunan kognitif dengan gejala yang terlihat seperti demensia. Ini melibatkan masalah dengan memori, berpikir, bahasa, dan penilaian yang berkaitan dengan usia perubahan. Jika memiliki gangguan kognitif ringan, mungkin akan menyadari bahwa memori atau fungsi mental telah menurun.
Masalah kognitif yang dapat terjadi misalnya: melupakan sesuatu lebih sering, lupa peristiwa penting seperti janji, kehilangan serangkaian pemikiran atau percakapan, merasa semakin kewalahan dengan membuat kepurtusan, merencakana langkah-langkah untuk menyelesaikan tugas atau menfasirkan instruktur juga mengalami kesulitan, mulai sulit menemukan jalan di lingkungan yang sering dikunjungi, menjadi lebih impulsif. Selain itu penderita juga dapat mengalami: depresi, lekas marah, kegelisahan, dan apati.

Kesimpulan
Alzheimer bersifat degeneratif dan progresif pada otak yang menyababkan cacat spesifik pada neuron, serta mengakibatkan gangguan memori, berpikir, dan tingkah laku. Alzheimer tidak dapat disembuhkan dan belum ada obat yang terbukti tinggi. Mengkonsumsi minyak ikan dan makanan-makanan yang mengandung antioksidan, berolahraga rutin, latihan kognitif, dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya Alzheimer. Ukuran tekanan darah yang dapat dikatakan hipertensi pada usia 65tahun jika mencapai angka 150/90-160/95mmHg. Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, ras, dan pola hidup. Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia seseorang. Pasien hipertensi dapat mengalami epitaksis, sakit kepala, penglihatan kabur, tinitus, pusing, defisit neurologis transien atau agina. Terapi hipertensi sama pada semua tingkatan umur.

Daftar Pustaka
1.      Graber MA, Toth PP, Herting RL. Buku saku kedokteran keluarga. Ed 3. Jakarta: EGC; 2006.
2.      Wahyu GG. Stroke hanya menyerang orang tua?. Jakarta: Bfirst; 2005.
3.      Weiner HL, Levitt LP. Buku saku neurologi. Jakarta: EGC; 2003.
4.      Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Ed 6 Vol 2. Jakarta: EGC; 2006.
5.      Ginsberg L. Lecture notes: neurology. Jakarta: Erlangga; 2011.
6.      Sudoyo AW, Stiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 2 Ed 5. Jakarta: InternaPublishing;2009.
7.      Ide P. Seri tune up: gaya hidup penghambar Alzheimer. Jakarta: PT Elez Media Komputindo; 2005.
8.      Tambayong J. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC;2003.
9.      Brashers VL. Aplikasi klinis patofisologi: pemeriksaan dan manajemen. Ed 2. Jakarta: EGC; 2008.
10.  Sudoyo AW, Stiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 1 Ed 5. Jakarta: InternaPublishing;2009.
11.  Rubenstein D, Wyne D, Bradley J. Lecture notes: kedokteran klinis. Ed 6. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2010.

DAPATKAN UANG 
DENGAN KERJA ONLINE
Kunjungi: Money4visits

Thx for your visits :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar