Pendahuluan
Fraktur tulang memiliki pengertian sehubungan dengan
hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, dan
tulang sendi. Berdasarkan klasifikasi secara klinis fraktur dibagi menjadi dua
jenis yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur
terbuka adalah fraktur yang berhubungan dengan
lingkungan eksternal. Pada
fraktur terbuka ujung tulang yang patah menembus kulit hingga keluar dari
bagian tubuh. Sebaliknya, fraktur tertutup adalah frakur yang tidak
berhubungan dengan lingkungan eksternal. Pada fraktur tertutup tulang yang
patah tidak menembus kulit dan tetap berada dalam bagian tubuh.1 Pada kehidupan
sehari-hari ada banyak hal yang dapat menyebabkan fraktur, mulai dari
kecelakaan lalu lintas, terjatuh, penyakit, dsb. Lokasi fraktur pun beragam,
mulai dari fraktur pada femur, regio antebrachii, dan tempat-tempat lainnya.
Dalam PBL kali ini,
terdapat kasus mengenai seorang laki-laki berusia 30 tahun yang dibawa ke UGD
RS dengan keluhan nyeri pada lengan bawahnya setelah terjatuh dari sepeda
motornya satu hari yang lalu. Setelah kecelakaan tersebut, keluarga pasien
membawanya kedukun patah tulang untuk diurut. Saat dibawa ke UGD, pasien
mengeluh lengan kanananya sangat nyeri dan tangan kanannya terasa baal. Pada
pemeriksaan fisik tanda-tanda vital dalam batas norma, regio antebrachii
dekstra ⅓ tengah tampak edema, hyperemis, deformitas. Pada palpasi, nyeri tekan
positif, teraba krepitasi, pulsasi a.Radialis melemah, jari-jari tangan kanan
masih dapat digerakan, akan tetapi terasa sangat nyeri apabila diekstensikan.
Berdasarkan kasus tersebut, pada makalah kali ini akan dijelaskan lebih lengkap
mengenai fraktur terutama fraktur pada regio antebrachii. Semoga makalah kali
ini dapat membantu mahasiswa FK Universitas Kristen Krida Wacana lebih memahami
lagi materi yang terkait dengan kasus diatas.
Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan kepada pasien secara langsung
apabila kondisinya memungkinkan, namun dapat ditanyakan pula pada orang
terdekat atau orang yang mengantar pasien ke dokter. Sesuai dengan kasus,
pertanyaan yang diajukan dapat meliputi identitas diri, keluhan utama, sejak
kapan keluahan utama muncul, keluhan lain yang mungkin dirasakan, riwayat penyakit
yang diderita saat ini, riwayat penyakit dahulu, pengobatan yang sudah
dilakukan dan kondisi sosial ekonomi pasien.
Didapatkan hasil anamnesis sebagai berikut:
Usia : 30thn
Keluhan Utama : Nyeri pada lengan kanannya setelah
terjatuh dari sepeda motor satu
hari
yang lalu
Keluhan Lain : Jari-jari tangan kanan masih dapat
digerakan akan tetapi terasa sangat
nyeri
Riwayat Penyakit Dahulu : Pernahkah pasien merasakan nyeri di
tempat yang sama? Pernahkah pasien
mengalami trauma
yang sama?
Adakah faktor patologis?
Pengobatan yang telah dilakukan : Urut di dukun patah tulang
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan meliputi
pemeriksaan tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, suhu, dan pernapasan) dan
pemeriksaan muskuloskeletal (inspeksi-look,
palpasi-feel, gerakan-moving). Inspeksi (look) ditujukan untuk
melihat adanya deformitas atau kelainan bentuk seperti bengkak, pemendekan,
rotasi, angulasi, dan fragmen tulang (pada fraktur terbuka). Pada palpasi (feel) akan dilihat jika ada nyeri
tekan, krepitasi, status neurologis dan status vaskuler. Adanyanya keterbatasan
gerak pada daerah faktur menjadi salah satu peninjauan dari pemeriksaan gerakan
(moving).2
Dari hasil pemeriksaan
didapatkan:
Tanda-tanda vital : Normal
Inspeksi : edema (+),
hyperemis (+), deformitas
Palpasi : nyeri tekan (+),
krepitasi (+), pulsasi a.Radialis
Melemah
Gerakan : Jari-jari tangan
masih dapat digerakan, tetapi terasa
sangat nyeri
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Rontgen
Cr unit (computed
radiografi) digunakan untuk proses cetak foto rontgen
dengan teknologi komputer dan laser scanner menghasilkan gambar berkualitas
tinggi. Menjamin ketepatan dan kecepatan hasil diagnosa. Alat ini dilengkapi
Master View yang dapat menyimpan data pasien dan foto rontgen hasil pemeriksaan
serta dapat dicetak ulang apabila diperlukan. Fasilitas peralatan mammografi
memiliki kualitas dan resolusi.3
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk
mempelajari gambaran normal tulang dan sendi, untuk konfirmasi adanya fraktur,
untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta
pergerakannya, untuk menentukan teknik pengobatan, untuk menentukan apakah
fraktur itu baru atau tidak, untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler
atau ekstra-artikuler, untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang,
dan untuk melihat adanya benda asing (misalnya peluru).
2. Pemeriksaan CT Scan
Prosedur
pemeriksaan ini dapat menunjukan rincian bidang tertentu dari tulang yang sakit
dan dapat memperlihatkan cedera ligamen atau tendon dan tumor jaringan lunak.
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasikan lokasi dan panjangnya patah
tulang di daerah yang sulit dievaluasi.2
3.
MRI
MRI memberikan kontras yang baik antara rangkaian perisian tubuh
yang berbeda, yang membuatnya sangat berguna dalam pengimejan otak, otot,
jantung, dan kanser berbanding dengan yang lain teknik pengimejan perubatan
seperti computed tomography (CT) atau sinar-X. Tidak seperti CT scan atau
tradisional X-ray, MRI tidak menggunakan.4
4.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada fraktur, pemeriksaan laboratorium yang perlu
diketahui adalah Hb dan hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap
darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa
penyembuhan fraktur, kadar kalsium serum dan fosfor akan meningkat didalam
darah. Kadar normal kalsium serum adalah 4.5-5.5 mg/l atau 8.0-20.5 mg/dl, sedangkan kadar normal fosfor adalah 2.5-4.0
mg/dl dalam serum.2
Differential
Diagnosis
1.
Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi adalah fraktur ulna sepertiga-tengah atau proksimal
dengan disertai dislokasi caput radii. Fraktur ini dapat terjadi saat pasien
jatuh dengan tangan terbuka yang menahan badan, terjadi pula rotasi lengan
bawah dalam posisi pronasi waktu menahan berat badan yang memberi gaya
supinasi. Biasanya pada anak-anak muda laki-laki,
jatuh dengan tangan terbuka menahan badan dan terjadi pula rotasi. Hal ini
menyebabkan patah pada radius 1/3 distal dan fragmen distal-proksimal
mengadakan angulasi ke anterior. 5
Gambaran klinis
yang dapat ditemui adalah tangan bagian distal dalam posisi angulasi ke dorsal. Selain itu, pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna. Terapi dapat dilakukan dengan reposisi tertutup.
Bila hasilnya baik, dilakukan immobilisasi dengan gips sirkular di atas siku,
dipertahankan 4-6 minggu. Biasanya hasil reposisi tertutup hasilnya kurang
baikm, karena fraktur tidak stabil. Dalam hal ini diperlukan tindakan operasi
reposisi terbuka dengan internal fiksasi. Tulang radius, dipasang plate-screw
atau untramedullary nail. Kalau radius sudah tereposisi dengan sendirinya
dislokasi sendi radius ulna distal akan tereposisi. 5
2.
Fraktur Monteggia
Merupakan fraktur
sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi radius ulna proksimal. Fraktur tipe ini dibagi menjadi empat jenis. Jenis pertama merupakan
fraktur ⅓ tengah atau proksima ulna dengan angulasi anterior disertai dislokasi
anterior kaput radius. Jenis kedua, fraktur ⅓ tengah atau proksimal ulna dengan
angulasi posterior disertai dislokasi posterior kaput radii dan fraktur kaput
radii. Jenis ketiga fraktur ulna distal processes
coracoideus dengan dislokasi lateral kaput radio. Terakhir , fraktur ulna ⅓
tengah atau proksimal ulna dengan dislokasi anterior kaput radii dan fraktur ⅓
proksimal radii di bawah tuberositas bicipitalis. 5
Terapi yang dapat
dilakukan adalah dengan reposisi tertutup. Asisten memegang lengan atas, penolong
melakukan tarikan lengan bawah ke distal, kemudian diputar ke arah supinasi
penuh. Setelah itu, dengan jari kepala radius dicoba ditekan ke tempat semula.
Imobiliasi gips sirkuler dilakukan di atas siku dengan posisi siku fleksi 90
dejarat dan posisi lengan bawah supinasi penuh. Bila gagal, dilakukan reposisi
terbuka dengan pemasangan fiksasi interna (plate-screw).5
3. Fraktur Smith
Fraktur
Smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering
disebut reverse Colles fracture.
Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan
badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan
dan pronasi. Garis patahan biasanya transversal, kadang-kadang intraartikular. Dapat
ditemukan penonjolan
dorsal fragmen proksimal, fragmen distal di sisi volar pergelangan, dan deviasi
tangan ke radial (garden spade deformity). Dilakukan reposisi
dengan posisi tangan diletakkan dalam posisi dorsofleksi ringan, deviasi ulnar,
dan supinasi maksimal (kebalikan posisi Colles). Lalu diimobilisasi dengan gips
di atas siku selama 4-6 minggu.6
4. Fraktur Colles
Deformitas pada fraktur ini
berbentuk seperti sendok (dinner fork
deformity). Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh
beserta lengan berputar ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka yang terfiksasi
di tanah berputar keluar (eksorotasi/supinasi). Fraktur Metafisis
distal radius dengan jarak ±2,5 cm dari permukaan sendi distal radius. Kemudian
terdapat adanya dislokasi fragmen distalnya ke arah posterior/dorsal dengan
terdapat subluksasi sendi radioulnar distal. Adanya avulsi prossesus stiloideus
ulna.6
Pada fraktur Colles tanpa
dislokasi hanya diperlukan imobilisasi dengan pemasangan gips psirkular di
bawah siku selama 4 minggu. Bila disertai dislokasi diperlukan tindakan
reposisi tertutup. Dilakukan dorsofleksi fragmen distal, traksi kemudian posisi
tangan volar fleksi, deviasi ulna (untuk mengoreksi deviasi radial) dan diputar
ke arah pronasio (untuk mengoreksi supinasi). Imobilisasi ini dilakukan selama
4-6 minggu.6
Working Diagnosis
Working Diagnosis yang diambil adalah fraktur tertutup regio antebrachii dekstra ⅓ tegah
dengan kompartemen sindrom. Diagnosis ini dapat diambil atas dasar anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang serta adanya gejala klinis yang
sesuai. Dari hasil anamnesis diperoleh informasi bahwa adanya riwayat trauma.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan gejala-gejala klinis seperti nyeri,
pembengkakan atau edema, adanya krepitasi, dan pulsasi arteri radialis yang
melemah. Tanda-tanda tersebut menunjukan adanya fraktur yang disertai dengan
sindroma kompartemen. Selain itu detemukan juga gejala lain seperti rasa nyeri
saat menggerakan jari-jari tangan. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan adanya
fraktur di regio antebrachii dekstra ⅓ tengah yang sangat menunjang diagnosis kerja.
4.1 Etiologi
Tulang bersifat relatif rapuh namun
mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat
diakibatkan oleh beberapa hal, diantara dikarenakan peristiwa trauma, peristiwa kelelahan,
ataupun karena faktor patologis. Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba
berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran, atau pun penarikan.
Trauma tersebut bisa didapat dari bermacam aktifitas seperti terjatuh,
kecelakaan lalu lintas, dsb. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada
tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak.
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain
akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada
tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara
yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh. Sementara itu fraktur
patologik dikarenakan kelemahan pada tulang. Fraktur dapat terjadi oleh
tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau
tulang-tulang tersebut sangat rapuh.
4.2 Patofisologi
Untuk
mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus
mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan
tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi
dan tekanan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur
terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok,
memutar dan tarikan.7
Trauma
bisa bersifat langsung dan tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan
tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur
yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami
kerusakan. Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan
ke daerah yang lebih jauh dan daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan
ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya
jaringan lunak tetap utuh.
Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang
menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik, tekanan membengkok yang
menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat
menyebabkan fraktur impaksi; dislokasi atau fraktur dislokasi, kompresi vertikal
dapat menyebabkan fraktur komunitif atau memecah. Trauma langsung disertai dengan
resistensi pada satu jarak tertentu akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur
Z. Trauma
karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang.
4.3 Klasifikasi dan Jenis
Fraktur8
4.3.1
Berdasarkan
Luas dan Garis Fraktur
Klasifikasi
dan jenis fraktur berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari fraktur
komplit dan fraktur tidak komplit. Fraktur komplit adalah
kondisi fraktur dimana garis patah
tulang melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang. Sementara itu fraktur tidak komplit adalah kondisi
fraktur dimana garis
patah tulang tidak melalui seluruh garis
penampang tulang.
Fraktur
tidak komplit meliputi Hairline fracture (patah retak rambur), Buckle
fracture atau
torus fracture, Greenstick, fraktur
kominit (garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan), fraktur
segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan), fraktur Multipel (garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan tempatnya). Buckle
fracture atau
torus fracture adalah
kondisi bila
terjadi lipatan pada satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya,
biasanya pada distal radius anak-anak. Greenstick yaitu patah tulang
yang terjadi pada anak-anak atau pada dewasa yang disebut dengan fraktur
inkomplit. Fraktur tulang hanya mengenai salah satu sisi korteks tulang.
4.3.2
Berdasarkan
Bentuk dan Jumlah Garis Patah
Berdasarkan
bentuk dan jumlah garis patah, fraktur terdiri dari fraktur
kominit (garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan), fraktur
segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan), dan fraktur multipel (garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur femur dansebagainya).
4.3.3
Berdasarkan
Posisi Fragmen
Berdasarkan
posisi fragmen dibagi menjadi undisplaced (tidak bergeser)
fraktur dimana garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan Displaced (bergeser) fraktur
dimana terjadi pergeseran antara dua fragmen fraktur.
4.3.4
Berdasarkan
Hubungan Fraktur dengan Dunia Luar
Berdasarkan
hubungan fraktur dengan dunia luar dibagi menjadi tertutup dan terbuka. Fraktur
tertutup yaitu
fraktur tulang masih berada di dalam tubuh dan tidak adanya perlukaan pada
kulit. Fraktur terbuka
yaitu fraktur tulang keluar dari tubuh menembus kulit yang disertai dengan
adanya perlukaan pada kulit.
4.3.5
Berdasarkan
Bentuk Garis Fraktur dan Hubungan dengan Mekanisme Trauma
Transversal yaitu
patah yang melintangi tulang, biasanya disebabkan hantaman keras dan sering
terjadi pada lengan dan kaki. Oblik
(miring) yaiut patah tulang
yang menimbulkan sudut miring terhadap sumbu panjang tulangnya. Spiral yaitu patah
yang disebabkan gerakan memuntir secara tiba-tiba, biasanya terjadi pada tulang
lengan atau kaki. Kompresi
(impresi) yaitu patah tulang
dimana satu area tulang melekuk kedalam, fraktur ini sering timbul pada tulang
tengkorak setalah pukulan yang keras.
Avulsi yaitu patah
tulang dimana fragmen tulang terlepas dari lokasi ligamen atau inseresi tendon. Remuk yaitu patah
tulang dimana bagian dalam tulang berbentuk seperti spons remuk, biasanya hal
ini terjadi pada tulang belakang penderita osteoporosis. Kominutif
yaitu patah tulang dimana terdapat bagian tulang yang pecah dan pecahan tulang
tersebut dapat menyebablan kerusakan jaringan di sekitarnya. Biasanya
disebabkan oleh pukulan langsung atau tubrukan. Impaction yaitu patah tulang yang disebabkan oleh gaya kompresi
sehingga ujung patahan yang satu menancap ke dalam patahan lainnya tanpa
menyebabkan fraktur dislokasi (Lihat Gambar 5).
4.4 Gejala Klinis9
Berikut merupakan beberapa gejala klinis dari fraktur antebrachii
diantaranya adalah nyeri terus menerus. Spasme otot, deformitas, pemendekan
tulang, kreptiasi, dan pembengkakan.
Deformitas dapat disebabkan oleh karena adanya pergeseran fragmen pada
fraktur lengan dan eksremitas. Deformitas dapat diketahui dengan membandingkan dengan
ekstremitas yang normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat. Pemendekan tulang dapat
terjadi
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur atau
dikarenakan fragmen sering saling melingkupi satu sama lain.
Krepitasi yaitu yaitu pada
saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya
derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan
lainnya. Pembengkakan
dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru
terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
Selain tanda-tanda tersebut, beberapa kasus fraktur juga ditandai dengan
adanya sindroma kompartemen. Sindroma
kompartemen adalah suatu kelainan yang potensial menimbulkan kedaruratan yaitu
dengan adanya peningkatan tekanan interstisial dalam sebuah ruang tertutup,
biasanya kompartemen oseofasial ekstremitas yang noncompliant, misalnya kompartemen ateral, anterior, dan posterior
dalam tungkai serta kompartemen volar superfisial dan dalam lengan serta
pergelangan tangan. Peningkatan tekanan dapat menyebabkan gangguan
mikrovaskular dan nekrosis jaringan lokal.
Penyebab
tersering dari sindroma kompratemen akut adalah perdarahan dari fraktur, trauma
jaringan lunak atau luka bakar, cedera arteri, dan penekanan anggota badan
selama kesadaran menurun. Perban atau gips yang restriktif juga dapat menjadi
salah satu penyebab terjadinya sindroma kompartemen.
Pada
sindroma kompartemen, terrjadi penimbunan cairan di kompartemen otot, tetapi
fasia fibrosa tidak dapat mengembang
sehingga terjadi edema dan tekanan meningkat. Apabila tidak segera diobati maka
dapat mengakibatkan terjadinya iskemia. Gejala utama adalah nyeri hebat dan
edema, tetapi gejala tersebut sering berkaitan dengan penyebab timbulnya
sindroma sehingga diagnosis sering sulit ditegakkan. Penilaian neurovaskular
secara berkala merupakan hal yang sangat perlu dilakukan.
Gejala
klinis yang terjadi pada sindroma kompartemen dikenal dengan 5P yaitu pain (nyeri), pallor (pucat),
pulselessness (berkurangnya denyut
nadi), paretesia (rasa kesemutan), paralisis. Nyeri yang hebat saat peregangan pasif
pada otot-otot yang terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan
gejala dini yang paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding
dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan
analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen
merupakan gejala yang spesifik dan sering. Paralisis :
Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut dengan
hilangnya fungsi bagian yang terkena sindroma kompartemen.
4.5 Komplikasi9
Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur tulang
meliputi dua komplikasi utama yakni komplikasi dini dan komplikasi lanjut. Komplikasi dini dapat
meliputi kehilangan darah, infeksi, emboli lemak, DVT, dan sindroma
kompartemen. Komplikasi lanjut dapat menyebabkan non-union, delayed union, malunion, dan terhambatnya pertumbuhan.
Kehilangan
darah terjadi karena trauma yang menyebabkan fraktur terbuka dan banyak darah
yang hilang saat trauma berlangsung. Infeksi dapat terjadi terutama
pada fraktur terbuka. Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma orthopedic
infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Bisa terjadi oleh
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
Emboli
lemak adalah tetesan lemak yang masuk ke dalam pembuluh darah.
Faktor resiko terjadinya emboli lemak pada fraktur meningkat pada
laki-laki usia 20-40 tahun terutama bagi yang obesitas. Embolus lemak dapat
timbul akibat pajanan sumsum tulang,
atau dapat terjadi akibat aktivasi sistem saraf simpatis yang menimbulkan
stimulasi mobilisasi asam lemak bebas setelah trauma. Embolus lemak yang timbul
setelah patah tulang panjang sering tersangkut disirkulasi paru karena ada
robekan dari pembuluh balik yang mempunyai daya tarik kembali terhadap
darah-darah kotor yang keluar dari pembuluh balik yang juga mengikutsertakan
lemak yang dapat menimbulkan gawat napas dan gagal napas
Deep Vein Thrombosis, trombosis vena dalam
sering terjadi pada individu yang tidak bergerak dalam jangka waktu yang lama karena trauma atau ketidakmampuannya bergerak seperti pada
lazimnya. Shock terjadi karena
kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa
menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Malunion, adalah suatu keadaan
dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak pada
seharusnya, membentuk sudut atau miring. Kelainan penyatuan tulang karena
penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran tulang
dari tempat yang normal. Delayed
union adalah
proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang lebih
lambat dari keadaan normal. Nonunion, patah tulang yang
tidak menyambung kembali.
Gangren
gas, Gas gangren berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bakterium saprophystik
gram-positif anaerob yaitu antara lain Clostridium welchii atau clostridium
perfringens. Clostridium biasanya akan tumbuh pada luka dalam yang
mengalami penurunan suplai oksigen karena trauma otot. Jika kondisi ini terus
terjadi, maka akan terdapat edema, gelembung – gelembung gas pada tempat luka.
Tanpa perawatan, infeksi toksin tersebut dapat berakibat fatal.
Selain komplikasi yang berdasarkan dari fraktur, sindroma
kompartemen yang tidak mendapatkan penangan dengan segera mungkin dan sebaik mungkin
juga dapat menimbulkan berbagai komplikasi.10 Beberapa komplikasinya
antara lain: kegagalan dalam mengurangi tekanan intrakompartemen dapat
menyebabkan nekrosis jaringan, selama perfusi kapiler masih kurang dan
menyebabkan hipoksia pada jaringan tersebut.
Kontraktur Volkmann adalah deformitas pada tungkai dan
lengan yang merupakan kelanjutan dari sindroma kompartemen akut yang tidak
mendapat terapi selama lebih dari beberapa minggu atau bulan. Infeksi, hipestesia dan nyeri juga
merupakan bagian dari komplikasi yang mungkin terjadi. Komplikasi sistemik yang dapat
timbul dari sindroma kompartemen meliputi gagal ginjal akut, sepsis, dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) yang fatal jika terjadi sepsis
kegagalan organ secara multisistem.
4.6 Penatalaksanaan
4.6.1
Penatalaksanaan Fraktur9
Penatalaksaaan secara umum yang dapat dilakukan antara
lain mencari tanda-tnda syok ata pendarahan dan melakukan pemeriksaan ABC (Airway Management, Breathing,
Circulation). Selain itu juga perlu untuk mencari trauma pada tempat lain
yang berisiko (kepala dan tulang belakang, iga dan pneumotoraks, femoral dan
trauma pelvis). Setelah itu dengan segara menghilangkan rasa nyeri (analgesik-antipiretik,
opiat intravena, blok saraf, gips, dan traksi), buat akses intravena dengan baik
dan kirim golongan darah dan sample untuk dicocokan. Untuk fraktur terbuka
membutuhkan debridement, antibiotik dan profilaksis tetanus.
Penatalaksaan secara definitif
dapat diakukan dengan reduksi, imobilisasi, dan rehabilitasi. Reduksi adalah penyambungan kembali
tulang; penting dilakukan agar posisi dan rentang gerak normal pulih. Sebagian
besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi tertutup).
Apabila diperlukan tindakan bedah untuk fiksasi (reduksi terbuka), dapat
dipasang pen atau sekrup untuk mempertahankan sambungan. Mungkin diperlukan
traksi untuk mempertahankan reduksi dan merangsang penyembuhan.
Imobilisasi dimaksudkan agar fraktur harus segera
diimobilisasi agar hematom fraktur dapat terbentuk dan untuk memperkecil
kerusakan. Imobilisasi jangka-panjang dilakukan setelah reduksi
agar kalus dan tulang baru dapat terbentuk. Imobilisasi jangka-panjang biasanya
dilakukan dengan gips, traksi, fiksasi internal,
fiksasi eksternal, bracing fungsional. Rehabilitasi bertujuan untuk
mengembalikan pasien ke tingkat fungsi seperti sebelum trauma dengan
fisioterapi dan terapi okupasi.
4.6.2
Penatalaksanaan Sindroma Kompartemen4
Tujuan
dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi neurologis
dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah dekompresi. Penanganan kompartemen secara umum meliputi terapi
medikal atau non bedah dan terapi bedah. Terapi Medikal / Non bedah
diindikasikan untuk diagnosa dugaan kompartemen, meliputi: menempatkan
extremitas setinggi jantung untuk mempertahankan ketinggian kompartemen yang
minimal.
Elevasi dapat menurunkan aliran darah sehingga
memperberat iskemia; pembukaan gips dan pembalut konstriksi; pada kasus gigitan
ular berbisa diberikan anti racun; mengoreksi hipoperfusi dengan cairan
kristaloid dan produk darah; pemakaian diuretik dan manitol dapat mengurangi
tekanan kompartemen. Fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen
mencapai >30 mmHg dan ada disfungsi neuromuskular. Tujuannya yaitu
menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi otot.
4.7 Prognosis
Pada kasus fraktur, prognosisnya bergantung dari tingkat keparahan
serta tata laksana dari tim medis terhadap pasien dengan korban fraktur. Jika
penanganannya cepat, maka prognosisnya akan lebih baik. Begitu juga sebaliknya.
Sedangkan dari tingkat keparahan, jika fraktur yang di alami ringan, maka
proses penyembuhan akan berlangsung dengan cepat dengan prognosis yang baik.
Tapi jikalau pada kasus yang berat prognosisnya juga akan buruk.bahkan jikalau
parah, tindakan yang dapat di ambil adalah cacat fisik hingga amputasi. Selain
itu penderita dengan usia yang lebih muda akan lebih bagus prognosisnya di
banding penderita dengan usia lanjut.
4.8 Preventif2
Pencegahan fraktur dapat dilakukan
berdasarkan penyebabnya. Pada umumnya fraktur disebabkan oleh peristiwa trauma
benturan atau terjatuh baik ringan maupun berat. Pada dasarnya upaya
pengendalian kecelakaan dan trauma adalah suatu tindakan pencegahan terhadap
peningkatan kasus kecelakaan yang menyebabkan fraktur. Pencegahan dapat dilakukan
dengan upaya menghindari terjadinya trauma benturan, terjatuh atau kecelakaan
lainnya. Dalam melakukan aktifitas yang berat atau mobilisasi yang cepat
dilakukan dengan cara hati – hati, memperhatikan pedoman keselamatan dengan
memakai alat pelindung diri.
Kesimpulan
Fraktur tulang adalah hilangnya
kontinuitas tulang dan kartilago. Penyebabnya digolongkan menjadi 3 yaitu
fraktur traumatik, fraktur patologis dan fraktur stress. Gejala klinis yang
nampak berupa reaksi peradangan yaitu kemerahan, hiperemia dan nyeri, tampak
deformitas. Jika terdapat oedem, terjadi gangguan sensasi serta melemahnya
denyut nadi, menandakan adanya sindrom kompartemen. Penatalaksanaanya berupa
tindakan non bedah dan bedah (fasciotomi). Sementara itu penatalaksaan fraktur
secara definitif berupa imobilisasi, reduksi dan rehabilitasi. Prognosisnya
baik jika pasien mendapatkan perawatan dengan tepat.
Daftar Pustaka
1.
Sudoyo AW, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 25-28.
2.
Suratun,
Heryati, Manurung S, Raenah E. Klien gangguan sistem muskuloskeletal. Jakarta:
EGC; 2008.h.15-32.
3.
Pemeriksaan Rontgen & Ultrasonografi
(USG) . 2009. Diunduh dari
http://www.rsab-harapankita.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=17&Itemid=136,
15 Maret 2014.
4.
Bickley S. Anamnesis. Bates’
Guide to physical examination and history taking. International edition. 10th
edition. Lippincott Williams & Wilkins. Wolters Kluwer Health. 2009.
5.
Simbardjo D. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2004.
6.
Mahode
AA, Halim MJ, Bourman V, Hartanto YB. Terapi dan rehabilitasi fraktur. Jakarta:
EGC; 2011.h.157-175.
7.
Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta:
Yarsif Watampone; 2007. h.355-61, 368-9.
8.
Grace PA, Borley NR. Gruendemann BJ, Fernsebner B.
Buku ajar keperawatan perioperatif. Jakarta: EGC; 2006.h.288-98.
9.
Grace
PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Erlangga; 2006.
10. Oman KS, Mclain JK,
Scheetz LJ. Panduan belajar keperawatan emergensi. Jakarta: EGC; 2008.h.305-16.