Abstrak
Visi Indonesia sehat 2010
adalah gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang penduduknya hidup dalam
lingkungan dan perilaku yang sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu, adil dan merata, serta memiliki derajad kesehatan yang setinggi-tingginya.
Untuk mewujudkan visi tersebut, dirancangkan beberapa program unggulan, salah
satunya adalah imunisasi. Imunisasi sendiri merupakan usaha untuk memberikan
kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh
membuat zat anti untuk mencegah penyakit. Kegiatan imunisasi ini dalam konsep
sehat-sakit tergolong dalam spesific
protection sementara penyuluhan yang dilakukan sebelum imunisasi tergolong
dalam health promotion. Imunisasi
ditujukan untuk mempertahankan kekebalan tubuh, yang tergolong dalam Acquired Immunity aktif-buatan dan
pasif-buatan. Imunisasi dilakukan di
posyandu yang merupakan bagian dari puskesmas. Adapun macam-macam imunisasi
antara lain BCG (Bacille Calmette Guerin),
hepatitis B, polio, DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus), campak, Hib (Haemophilus influenzae type B), Penumokokus (PVC), Influenza, MMR
(Measless/campak, Mumps/gondong, Rubella/campak jerman), dsb. Reaksi yang
timbul setelah pemberian vaksinasi disebut sebagai kejadian ikutan pasca-imunisasi
(KIPI). Reaksi KIPI dapat berupa demam, sulit tidur, kejang, pembengkakan pada
bekas suntikan, dsb.
Kata
Kunci : imunisasi,
vaksinasi, KIPI
Abstract
Vision of healthy Indonesian 2010 is the future
picture of Indonesian people that live in healthy enviroment and behavior, able
to reach health services, fair and equitable, and has a medical degree as high.
To realize that vision, devised some flagship program, one of them is
immunization. Immunization itself is an attempt to provide immunity in babies
and children by entering the vaccine into the body to make antibody for
preventing illness. Immunization activities in the concept of healthy-ill
classified in the specific protection, while education before immunization
classified in health promotion. Immunization intended to maintaining immunity,
wich belonging to active-artificial and passive-artificial. Immunization should
be in posyandu which is part of the health center. The kinds of immunization
among others are BCG (Bacille Calmette Guerin), hepatitis B, polio, DPT
(Diphtheria, Pertussis, Tetanus), measles, Hib (Haemophilus influenzae type B),
Penumokokus (PVC), Influenza, MMR (Measless, mumps, rubella), and so on.
Reactions that arise after vaccination called adverse
events following immunization (AEFI). AEFI reactions can include fever,
insomnia, seizures, swelling of the injection site, and so on.
Keywords: immunization, vaccination, AEFI (indonesian:KIPI)
Pendahuluan
Tiga domain pembangunan
manusia pada suatu negara adalah kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Indonesia
masih memiliki tingkat kesehatan yang rendah, karena itulah pemerintah mencoba
untuk membangun kesehatan di Indonesia melalui Visi dan Misi Indonesia sehat
2010. Dari visi dan misi yang telah dicanangkan oleh pemerintah, terciptalah
beberapa program-program unggulan yang hendak dilaksanakan guna memperbaiki
kualitas kesehatan masyarkatnya. Salah satu program unggulan yang dicanangkan
adalah imunisasi. Imunisasi kemudian menjadi salah satu program puskesmas
(pusat kesehatan masyarakat) yang dijalankan lewat posyandu (pos pelayanan
terpadu).
Kegiatan imunisasi sendiri
memiliki fungsi yang sangat penting yaitu untuk melindungi anak dari penyakit
dengan mekanisme pertahanan tubuh aktif-buatan dan pasif-buatan. Jenis
perlindungan ini termasuk dalam specific
protection. Akan tetapi yang harus diperhatikan adalah, bahwa sebelum
melakukan imunisasi, ada baiknya untuk melakukan penyuluhan berkaitan dengan
kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) yang mungkin dapat terjadi. Kegiatan
penyuluhan tersebut masuk dalam health
promotion. Baik penyuluhan sebelum imunisasi maupun kegiatan imunisasi
sama-sama memiliki andil penting, untuk itu pelaksanaannya harus benar-benar
diperhatikan.
Pada kasus kali ini,
mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA dituntut untuk dapat mengerti perihal Visi
dan Misi Indonesia Sehat 2010, konsep sehat-sakit, puskesmas, posyandu,
imunisasi, dan KIPI. Pengertian akan hal-hal diatas akan membantu untuk
menyelesaikan kasus yang telah diberikan.
Pembahasan
1. Paradigma Sehat, Visi dan Misi Indonesia Sehat 2010
1.1 Paradigma Sehat
Paradigma sehat adalah model
kebijakan pembangunan kesehatan baru yang bersifat holistik, melihat masalah
kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas ssektor dan
upayanya lebih diarahkan kepada pemeliharaan, peningkatan, perlindungan
kesehatan (promotif), dan pencegahan terhadap ancaman penyakit (preventif),
bukan hanya penyembuhan orang sakit (kuartif) dan pemulihan kesehatan setelah
sembuh dari sakit (rehabilitatif).
1.2 Visi Indonesia Sehat 2010
Untuk mewujudkan paradigma
sehat terebut, ditetapkannyalah suatu visi yang merupakan prediksi atau harapan
tentang keadaan masyarakat Indonesia pada masa yang akan datang, yang dikenal
dengan “Visi Indonesia Sehat 2010”. Visi Indonesia sehat 2010 adalah gambaran
masyarakat Indonesia dimasa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan
perilaku yang sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil
dan merata, serta memiliki derajad kesehatan yang setinggi-tingginya.
Lingkungan sehat yang
dimaksud adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu
lingkungan yang bebeas polusi, tersedia air bersih, sanitasi yang memadai, dsb.
Sementara itu, perilaku sehat yang dimaksud adalah perilaku proatif untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan; mencegah resiko terjadinya penyakit;
melindungi diri dari ancaman penyakit; serta berperan aktif dalam gerakan
kesehatan masyarakat.
1.3 Misi Indonesia Sehat 2010
Untuk mewujudkan visi
Indonesia sehat tersebut, maka ditetapkan delapan “Misi Indonesia Sehat 2010”. Misi-misi
tersebut antara lain: memantapkan manajemen kesehatan yang dinamis dan
akuntabel, meningkatkan kinerja dan mutu upaya kesehatan, memberdayakan
masyarakat dan daerah, melaksanakan pembangunan kesehatan yang berskala
nasional, menggerakan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, mendorong
kemadirian masyarakat untuk hidup sehat, memelihara dan meningkatkan pelayanan
kesehatan yang bermutu; merata; terjangkau, dan yang terakhir adalah memelihara
dan meningkatkan kesehatan individu; keluarga dan masyarakat berserta
lingkungannya.
1.4 Program Unggulan
Sebagai upaya untuk mewujudkan
visi dan misi Indonesia sehat 2010, maka disusunlah program-program unggulan.
Program-program unggulan tersebut adalah: kebijakan kesehatan; pembiayaaan
kesehatan dan hukum kesehatan, perbaikan gizi, pencegahan penyakit menular
termasuk imunisasi, peningkatan perilaku hidup sehat dan kesehatan mental,
lingkungan permukiman; air; dan udara sehat, kesehatan keluarga; kesehatan
reproduksi; dan keluarga berencana, keselamatan dan kesehatan kerja, anti
tembakau; alkohol dan madat; pengawasan obat berbahaya; makanan dan minuman,
serta pencegahan kecelakaan dan rudapaksa (termasuk keselamatan lalulintas).
Berdasarkan uraian diatas, imuniasi merupakan salah satu program yang
dirancangkan oleh pemerintah dalam upaya untuk mewujudkan visi serta misi
Indonesia sehat 2010.
2. Konsep Sehat-Sakit
2.1 Pengertian Sehat-Sakit 1
Konsep
sehat-sakit adalah suatu konsep yang kompleks dan multiinterprestasi. Sehat
itu sendiri memiliki beragam definisi, seperti: suatu keadaan keseimbangan yang
sempurna; baik fisik; mental; dan sosial; tidak hanya bebas dari penyakit dan
kelemahan (WHO), kemampuan optimal individu untuk menjalankan peran dan
tugasnya secara efektif (Parson), atau suatu keadaan sejahtera tubuh; jiwa;
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis (UU Kesehatan RI No.23 Tahun 1992).
Selain
itu, definisi sakit juga cukup beragam. Menurut Parson, sakit adalah
ketidakseimbangan fungsi normal tubuh manusia, termasuk sejumlah sistem
biologis dan kondisi penyesuaian. Sementara itu menurut Perkins, sakit adalah
suatu keadaan tidak menyenangkan yang menimpa seseorang sehingga menimbulkan
gangguan pada ktivitas sehari-hari, baik aktivitas jasmani maupun sosial.
2.2 Hubungan Pejamu (host), Lingkungan
(environment) dan Bibit Penyakit (agent) (Skema Gordon & La Richt)
Menurut Gordon dan La Richt
(1950), terdapat tiga faktor utama yang menyebabkan timbul atau tidaknya suatu
penyakit pada manusia.2 Ketiga faktor tersebut adalah pejamu (host), penyebab penyakit atau bibit
penyakit (agent) dan lingkungan (environment). Pejamu (host) adalah semua faktor yang terdapat
pada manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya suatu perjalanan penyakit.2
Faktor-faktor yang dimaksud seperti genetika, mekanisme pertahanan tubuh, umur,
jenis kelamin, ras, status perkawinan, pekerjaan dan kebiasaan hidup. Misalnya
saja penyakit asma yang bisa menyerang seseorang karena faktor keturunan,
penyakit diabetes yang datang dari kebiasaan hidup, atau penyakit cacar yang identik
menyerang anak-anak.
Bibit penyakit (agent) adalah suatu substansi tertentu
yang keberadaannya atau ketidakberadaannya diikuti kontak efektif pada manusia
dapat menimbulkan atau mempengaruhi perjalanan suatu penyakit.2 Bibit
penyakit dibedakan menjadi 2 macam, yaitu benda biotis (benda hidup) dan benda
abiotis (benda mati). Benda biotis biasanya menyebabkan penyakit-penyakit
infeksi, sementara benda abiotis menyebabkan penyakit metabolisme seperti
kanker dan diabetes. Benda yang tergolong biotis adalah bakteri, virus, jamur,
ricketsia, protozoa, dan metazoa. Sementara itu benda yang tergolong abiotis
adalah nutient agent (kelebihan atau
kekurangan gizi), chemical agent (bahan-bahan
dalam makanan), physical agent, dan mechanical agent (aktivitas manusia).
Environment (lingkungan) adalah segala sesuatu yang berada disekitar manusia
yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia.2 Lingkungan yang dimaksud terdiri dari
lingkungan fisik (berada disekitar manusia; cnth: kondisi udara, musim, cuaca),
lingkungan biologi (hewan, tumbuhan dan mikroorganisme), dan lingkungan
non-fisik (akibat interaksi manusia; cnth: sosial-budaya, norma, kehidupan
sosial).
Dibawah ini adalah gambaran
konsep hubungan antara pejamu, lingkungan dan bibit penyakit dalam menciptakan
kondisi sehat maupun kondisi sakit seseorang.
Gambar 1. Kondisi Sehat2
(1)
(2) (3)
Gambar 2. Kondisi Sakit2
Seseorang akan berada dalam
kondisi sehat apabila antara pejamu (host),
lingkungan (environment), bibit
penyakit (agent) berada pada posisi
yang imbang (lihat gambar 1). Faktor-faktor dalam pejamu memiliki kekuatan yang
sama besar dalam mencegah bibit penyakit menyerang pejamu, didukung dengan
kondisi lingkungan yang baik.
Dilain hal, seseorang akan
dikatakan berada pada kondisi sakit apabila terjadi ketidakseimbangan antara host (H), agent (A), dan environment (L)
(lihat gambar 2). Apabila bibit penyakit (A) meningkat, maka ada kemungkinan pejamu
(H) terserang penyakit dan kemudian menjadi sakit (lihat gambar 2, bagian 1).
Selain dikarenakan peningkatan bibit penyakit, pejamu dapat menjadi sakit
apabila kekebalan tubuhnya menurun sehingga mudah diserang oleh bibit penyakit
(lihat gambar 2, bagian 2). Apabila lingkungan mengalami perubahan, hal
tersebut dapat juga menyebabkan pejamu menjadi sakit (lihat gambar 2, bagian
3).
2.3 Mekanisme Pertahanan Tubuh pada Pejamu
Mekanisme pertahanan tubuh
pada pejamu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu mekanisme pertahanan tubuh umum
dan mekanisme pertahanan tubuh khusus. Mekanisme pertahanan tubuh umum dibagi
lagi menjadi dua yaitu first line defence
(kulit, mukosa, bulu hidung) dan second
line defence (tonsil, kelenjar getah bening, hepar, lien). Mekanisme
pertahanan tubuh khusus juga dibedakan menjadi dua, yaitu cellular action (leucositosis, fagositosis) dan humora action (innate immunity, acquired immunity, herd
immunity). Pada pembahasaan kali ini akan lebih dikhususkan pada humora action.
2.3.1
Humoral Action: Innate Immunity (Ketahanan
Tubuh Alamiah) 3
Ketahanan tubuh yang bersifat
alamiah (innate immunity) berarti
bahwa sejak seorang manusia lahir, di dalam tubuhnya telah dilengkapi dengan
seperangkat sistem kekebalan tubuh yang sudah siap menghadapi suatu serangan.
Ketahanan tubuh tersebut antara lain didapat dari kuliat, silia, selaput
lendir, fagosit, dan Sel NK (Natural
Killer cell: sel pembunuh alamiah, dsb).
2.3.2
Humoral Action: Acquired Immunity
Acquired immunity adalah kekebalan tubuh yang diperoleh baik dari
perkembangan antibodi dalam menanggapi paparan antigen (cnth: dari vaksinasi,
penyakit menular), atau dari transmisi aantibodi (cnth: dari ibu ke janin
melalui plasenta). Selain itu, acquired
immunity juga dapat diartikan sebagai segala bentuk kekebalan yang bukan
berasal dari lahir dan diperoleh selama hidup.4 Bentuk kekebalan ini
dapat diperoleh secara alami ataupun buatan, dan secara induksi aktif maupun
pasif.
Pada imunitas aktif, tubuh
membentuk antiobodinya sendiri melalui pemberian vaksin atau respons terhadap
penyakit tertentu yang menginvasi tubuh. Sementara itu, imunitas pastif didapat
melalui transfer transplasental imunitas ibu terhadap penyakit ke janinnya,
selain itu juga dapat diperoleh dengan memasukkan antibodi yang sudah terbentuk
ke dalam penderita yang rentan.5
Lebih khusus lagi, acquired immunity digolongkan dalam 4
macam perdasarkan sifat aktif-pasif dan alami-buatan. Pertama adalah kekebalan
aktif-alami, yaitu kekebalan yang didapat setelah menderita suatu penyakit.
Kedua adalah kekebalan aktif-buatan, yaitu kekebalan yang tercipta setelah
diberi suntikan atau imunisasi. Dikatakan aktif karena tubuh nantinya akan
membentuk antibodinya sendiri lewat injeksi yang didapat, dan dikatakan pasif
karena kekebalan tersebut bersifat “diberikan” atau tidak alami. Ketiga adalah
kekebalan pasif-alami, yaitu kekebalan yang didapat melalui transfer
transplasental imunitas ibu terhadap penyakit ke janinnya. Terkahir adalah
kekebalan pasif-buatan, yaitu kekebalan yang diperoleh setelah mendapatkan
vaksinasi. Dikatakan pasif karena antibodi yang dimasukkan bersifat sudah
“aktif”, dan dikatakan buatan karena sifatnya yang “diberikan” atau tidak
alami.
2.3.3
Humoral Action: Herd Immunity (Imunitas
Kelompok)6
Herd immunity atau imunitas kelompok didasarkan pada pemikiran yang menyatakan
bahwa jika suatu kelompok dilindungi dengan ketat melalui imunisai, peluang
munculnya epidemi besar dapat dikurangi. Imunitas kelompok juga dianggap
sebagai resistensi (kemampuan menentang) yang dimiiki suatu kelompok terdapat
invasi dan penyebaran penyakit. Jika tingkat imunitas kelompok tinggi,
kemampuan orang yang rentan untuk berkontak dengan orang yang sakit akan sangat
terbatas sehingga hampir di semua aspek, penularan penyakit dapat dihentikan.
3. Lima Tingkatan Pencegahan Penyakit
Dalam kesehatan masyarakat
ada lima tingkatan pencegahan penyakit menurut Leavel dan Clark. Kelima tingkat
pencegahan tersebut antara lain adalah: peningkatan kesehatan (health promotion), perlindungan khusus (specific protection), diagnosis dini
dan pengobatan cepat dan tepat (early
diagnosis and prompt treatment), pembatasan kecacatan (disability of limitation), dan pemulihan kesehatan (rehabilitation).2
Lebih spesifik lagi, kelima
tingkatan pencegahan penyakit tersebut digolongkan kedalam tiga hal, yaitu
pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier. Peningkatan
kesehatan dan perlindungan khusus merupakan pencegahan primer, sementara diagnosis
dini dan pengobatan cepat dan tepat serta pembatasan kecacatan adalah bagian
dari pencegahan sekunder, dan pencegahan tersiernya adalah dan pemulihan
kesehatan.
Pencegahan primer sasarannya
adalah kelompok risiko tinggi (ibu hamil dan menyusi, perokok, obesitas, dan
pkerja seks), dengan tujuan untuk menghindarkan mereka agar tidak jatuh sakit
atau terkena penyakit. Pencegahan sekunder sasarannya adalah penderita penyakit
kronis dengan tujuan untuk memberikan penderita kemampuan untuk mencegah
penyakit bertambah parah. Sementara, pencegahan tersier sasarannya adalah
kelompok pasien yang baru sembuh dengan tujuan agar penderita segera pulih
dengan mengurangi keacacatan seminimal mungkin.7 Pencegahan primer
masuk keadalam kategori fase pencegahan prepatogenesa (belum sakit), sementara
pencegahan sekunder dan tersier masuk kedalam kategori fase pencegahan
patogenesa (kondisi sakit).
3.1 Peningkatan Kesehatan (Health
Promotion)
Peningkatan kesehatan
merupakan suatu tindakan preventif yang dilakukan pada saat masih sehat
sehingga tidak menjadi sakit dengan menggunakan pengetahuan, sikap dan perilaku
yang baik. Peningkatan kesehatan dapat membantu masyarakat dalam mengembangkan
sumber untuk memelihara atau meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan mereka.8
Peningkatan kesehatan (health promotion) misalnya dapat
dilakukan dalam bentuk: pendidikan kesehatan, meningkatkan gizi yang baik,
pengembangan kepribadian, perusahaan yang sehat dan memadai, rekreasi,
penyuluhan perkawinan dan pendidikan seksual, serta pemeriksaan kesehatan
periodik.5 Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas, peningkatan
kesehatan juga dapat berbentuk: melakukan penyuluhan dan pendidikan kesehatan,
memberikan nutrisi yang sesuai dengan standar, dan meningkatkan kesehatan
mental.2
3.2 Perlindungan Khusus (Specific
Protection)
Specific protection adalah upaya spesifik untuk mencegah terjadinya
penularan penyakit tertentu, misalnya dengan melakukan serangkaian kegiatan
imunisasi dan peningkatkan keterampilan remaja untuk menolak menggunakan
narkoba.7 Selain kedua hal tersebut, perlindungan khusus juga
dilakukan melalui upaya higiene personal, sanitasi lingkungan, perlindungan
bahaya penyakit kerja, avoidment
allergic, dan nutrisi khusus (nutrisi untuk ibu hamil dan bayi), dsb.1,2,5
3.3 Diagnosis Dini dan Pengobatan Cepat dan Tepat (Early Diagnosis and Prompt Treatment)
Early diagnosis and prompt tratment ini ditujukan pada individu
yang telah jatuh sakit. Tujuan utama dari diganosis dini dan pengobatan cepat
dan tepat adalah untuk mencegah penyebaran penyakit menular, mengobati dan
menghantikan proses penyakit, menyembuhkan orang sakit dan mencegah terjadinya
komplikasi dan cacat.7 Hal-hal yang terkait dengan hal ini adalah diagnosis
dini setiap keluhan dan pengobatan segera serta pemberantasan titik-titik lemah
untuk mencegah terjadinya komplikasi.2 Diagnosis dini sangat penting
untuk penyakit kanker dan penyakit-penyakit menular.
3.4 Pembatasan Kecacatan (Disability
of Limitation)
Pada tahap ini, kecacatan
yang terjadi diupayakan untik diatasi, agar tidak mengarah pada cacat yang
lebih buruk.7 Misalnya adalah dengan penyempurnaan pengobatan
lanjutan agar tidak menimbulkan komlikasi, pencegahan terhadap komplikasi dan
kecacatan, serta perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk
pengobatan.2
3.5 Pemulihan Kesehatan (Rehabilitation)
Untuk tahap rehabilitasi ini,
upaya yang dapat dilakukan antara lain pendidikan khusus yang disesuaikan
dengan kondisi klien yang direhabilitasi, penempatan klien seseuai dengan
keadaannya (selective place), terapi
kerja, dan pembentukan kelompok paguyuban khusus bagi klien yang memiliki
kondisi yang sama.1
4. Puskesmas
4.1 Pengertian Puskesmas
Menurut World Health Organization, puskesmas (pusat kesehatan masyarakat)
dipakai untuk menjelaskan berbagai fasilitas yang memberikan pelayanan
kesehatan di tingkat kabupaten. Puskesmas biasanya berfokus pada pasien rawat
jalan, tetapi tetap mampu memberikan pelayanan pencegahan (preventif) da
pelayanan pengobatan (kuartif).9
Selain definisi diatas, masih
banyak definisi lain tentang puskesmas. Dalam sistem kesehatan nasional,
puskesmas adalah sarana pelayanan kesehatan strata pertama yang
bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya
kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Sementara itu, menurut Departemen
Kesehatan RI (1990), puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan
fungsional yang merupakan pusat pembangun kesehatan masyarakat; membina peran
serta masyarakat; dan memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
4.2 Wilayah Kerja Puskesmas
Secara nasional, standar
wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas
daerah, keadaan geografi dan infrastruktru lainnya ikut menjadi bahan
pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja puskesmas. Sasaran penduduk yang akan dilayani di
puskesmas adaah 30.000 jiwa.5 Ada kemungkinan bahwa jumlah penduduk
yang ingin mendapatkan pelayanan lebih dari 30.000 jiwa. Apabila terjadi
demikian, maka dapat dibentuk puskesmas pembantu dan untuk menjangkau
masyarakat yang berada di wilayah sulit transportasi dapat dibentuk puskesmas
keliling.
Puskesmas pembantu lebih
dikenal dengan pustu atau pusban, adalah unit pelayanan kesehatan sederhana
yang berfungsi untuk membantu pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang dilakukan
puskesmas. Sasaran penduduknya antara 2.500 jiwa-10.000 jiwa. Sementara itu,
puskesmas keliling merupakan unit pelayanan kesehatan keliling yang dilengkapi
kendaraan bermotor roda empat atau perahu bermotor dan alat kesehatan, alat
komunikasi dan sejumlah tenaga puskesmas.5
4.3 Tujuan dan Fungsi Puskesmas
Tujuan dari puskesmas adaah
untuk mendukung tujuan pembangunan kesehatan nasional yaitu meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat
tinggal di wilayah kerja puskesmas. Adapun puskesmas memiliki 3 fungsi, yaitu:
sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya, membina
peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat,
dan memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh serta terpadu kepada
masyarakat di wilayah kerjanya.5
Salah satu bentuk pembinaan
peran serta masyarakat adalah dengan mengkaderisasi masyarakat. Dengan
melakukan kaderisasi, diharapkan masyarakat dapat ikut serta membina dan
berpartisipasi dalam upaya peningkatan kesehatan masyarkat. Posyandu merupakan
salah satu bentuk pelatihan kader masyarakat. Di posyandu, masyarakat yang
telah dikaderisasi akan melayani masyarakat, sementara puskesmas hanya
membimbing saja.
4.4 Upaya Kesehatan Wajib Puskesmas
Pada Rakernas ke III/1970,
telah ditetapkan 6 usaha kesehatan pokok. Namun seiring dengan perkembangan di
berbagai aspek kehidupan, maka usaha kesehatan pokok tersebut berkembang
menjadi 18. Kemudian berdasarkan SK.Men Kes RI no.128/2004 tentang Kebijakan
Dasar Puskesmas, upaya pelayanan kesehatan puskesmas dikelompokkan menjadi dua,
yaitu upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Pada pembahasan
kali ini, kita akan lebih menekankan kepada upaya kesehatan wajib puskesmas.
Upaya kesehatan wajib
puskesmas terdiri dari 6 unsur, yaitu: upaya promosi kesehatan, upaya kesehatan
lingkungan, upaya KIA (termasuk KB), upaya perbaikan gizi masyarakat, upaya P2M
(pemberantasan penyakit menular), dan upaya pengobatan. Keenam hal diatas,
merupakan hal-hal yang harus dilakukan oleh puskesmas, guna memenuhi tujuan
dari puskesmas itu sendiri.
Pada makalah kali ini, akan
lebih ditekankan kepada salah satu upaya kesehatan wajib puskesmas, yaitu:
upaya kesehatan ibu dan anak (KIA). Dalam upaya kesehatan KIA, terdapat
beberapa hal yang dapat dilakukan, seperti: pemeliharaan kesehatan ibu
hamil-melahirkan-menyusui, memberikan nasehat tentang makanan guna mencegah
gizi buruk, imuniasi, pelayanan keluarga berencana, pengobatan bagi ibu-bayi,
dsb.
5. Posyandu 10
Posyandu (pos pelayanan
terpadu) adalah pusat kegiatan masyarakat, dimana masyarakat dapat memperoleh
pelayanan kesehatan profesional oleh petugas sektor, maupun non-profesional
oleh kader. Posyandu sendiri dikembangkan dari pos pengembangan balita, pos imunisasi,
pos KB, dan pos kesehatan. Adapun pelayanan-pelayanan yang diberikan oleh
posyantu meliputi: KB, KIA, gizi imunisasi, penanggulangan diare, dsb. Sasaran
dari pelayanan posyandu adalah sebuah anggota masyarakkat, terutama ibu hamil,
ibu menyusui, balita, dan pasangan usia subur.
Seperti telah disebutkan
diatas, di posyandu terdapat pelayan kesehatan profesional dan non-profesional.
Fungsi dari para perawat kesehatan profesional anataralain adalah: memberikan
bimbingan teknis saat pelaksaaan penimbangan, membantu menyuluh, memberikan
pelayanan imunisasi dan pengobatan sederhana, memberikan penyuluhan, merujuk
pasien ke puskesmas, dan pelayanan kontrasepsi. Sementara peran kader yang
merupakan masyarakat meliputi: mencatat pendaftaran, membantu menimbang,
memberikan penyuluhan, mengirim masyarakat ke petugas kesehatan, menemukan
penderita diare kemudian melakukan penyuluhan dan oralit, serta merujuk bayi
yang belum diimunisasi agar dibawa ke posyandu.
6. Imunisasi
6.1 Pengertian dan Tujuan Imunisasi11
Imunisasi merupakan usaha
untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam
tubuh agar tumbuh membuat zat anti untuk mencegah penyakit. Sedangkan vaksin
sendiri diartikan sebagai bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti
yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin BCG, DPT, dan
campak) dan memlalui mulut (vaksin polio). Tujuan dari imunisasi ini tidak lain
bertujuan untuk menciptakan kekebalan anak agar dapat menurunkan angka mortalitas
serta mengurangi kecatatan akibat penyakit.
6.2 Sasaran Imunisasi
Yang perlu diimunisasi adalah
orang-orang yang rentan terkena penyakit tertentu pada suatu saat karena
profesinya, misalnya: ibu hamil, bayi dan anak balita, anak sekolah, remaja,
orang tua, manula, profesional (dokter, para medis), calon jemaah haji, dan
orang-orang yang akan berpergiaan ke luar negeri.
6.3 Imunisasi Wajib (Imunisasi Dasar) dan Imunisasi Pelengkap
Di Indonesia, terdapat dua
jenis imunisasi, yaitu imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah (imunisasi
dasar) dan imunisasi yang hanya dianjurkan atau hanya sebagai pelengkap saja.
Biasanya imunisasi yang merupakan imunisasi pelangkap dapat digunakan untuk
mencegah kejadian luar biasa (KLB) atau penyakit endemik dan hanya untuk
kepentingan tertentu (berpergian).11
Imunisasi yang diwajibkan
merupakan sebuah Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yang wajib diberikan
kepada bayi usia satu tahun ke bawah. Imunisasi yang diwajibkan adalah program
yang resmi dari pemerintah terutama dari Departemen Kesehatan). Setiap anak
dibawah usia 1 tahun, wajib memperoleh lima jenis imunisasi. Kelima jenis
imunisasi ini disebut dengan LIL (Lima Imunisasi Dasar Lengkap). Lima imunisasi
dasar yang diwajibkan antara lain BCG (Bacille
Calmette Guerin), hepatitis B, polio, DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus), dan
campak.12
Sementara itu, imunisasi yang
hanya dianjurkan (imunisasi pelengkap) merupakan program imunisasi non-PPI.
Meskipun hanya sebagai pelengkap, sebenarnya jenis imunisasi ini juga sangat
penting bagi anak. Karena bertujuan agar sistem kekebalan tubuh anak menjadi
lebih baik lagi. Imunisasi pelengkap biasanya dilakukan oleh dokter praktik
swasta yang biayanya relatif lebih mahal. Beberapa jenis imunisasi pelengkap
adalah: Hib (Haemophilus influenzae type
B), Penumokokus (PVC), Influenza,
MMR (Measless/campak, Mumps/gondong, Rubella/campak jerman), dsb.12
6.4 LIL (Lima Imunisasi Dasar Lengkap)
6.4.1
Jenis-Jenis LIL
Tabel 1. Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIL)12
Jenis Imunisasi
|
Penyakit yang Berusaha Dicegah
|
Cara pemberian Vaksin
|
BCG (Bacille Calmette Guerin)
|
TBC (tuberkulosis),
yaitu penyakit yang menyerang paru-paru, selaput otak, tulang, kelenjar getah
bening, dan usus.
|
Disuntikkan
(biasanya dilengan atas)
|
Hepatitis B
|
Hepatitis B, yakni
penyakit yang menyerang hati, dapat juga menyebabkan sirosis (hari mengkerut)
dan kanker hati.
|
Disuntikkan
(biasnaya di daerah
paha)
|
Polio
|
Polio, yaitu penyakit
yang mengakibatkan kelumpuhan, baik lumpu satu kaki saja atau kedua kakinya.
|
Diteteskan di mulut
|
DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)
|
Difteri adalah salah
satu penyakakit yang disebabkan bakteri. Tetanus adalah penykit akibat
bakteri yang masuk melalui luka kulit, dapat menyebabkan kontraksi hebat pada
otot. Pertusis adalah batuk rejan atau batuk seratus hari.
|
Disuntikan
|
Campak
|
Campaak adalah penyakit
yang menyebabkan kulit kemerahan dan demam.
|
Disuntikan
|
6.4.2
Jadwal Pemberian LIL
Gambar 3. Jadwal Imunisasi Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) tahun 200611
Secara lebih lengkap,
pemberian imunisasi BCG diberikan sejak lahir, dan apbila usia >3 bulan
harus dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. BCH baru dapat diberikan
apabila uji tuberkulin negatif. Sementara imunisasi Hepatitis B diberikan dalam
waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada usia 1bulan dan kemudian pada
rentan waktu 3-6 bulan. Untuk polio diberikan pada saar kunjungan pertama dan
secara berkala dilakukan pada 2,4,6, 18 bulan, lalu pada usia 5 tahun.
Imunisasi DPT dapat diberikan pada usia >= 6 minggu, secara terpisah atau
dikombinasi dengan Hepatitis B (Hepatitis-combo/DPT-HB). Untuk campak-1
diberikan pada usia 9 bulan, sedangkan campak-2 diberikan pada usia 6 tahun.
7. Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI)
Reaksi yang timbul setelah
pemberian vaksinasi disebut sebagai kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) atau
adverse events following immunization (AEFI).
Secara khusus KIPI dapat didefinisikan sebagai kejadian medik yang berhubungan
dengan imunisasi, baik karena efek aksin, efek samping, toksisitas, reaksi
sensitivitas, efek farmakologis, dsb. Walaupun saat ini reaksi KIPI dapat
diminimalkan, tetap saja petugas imunisasi maupun dokter mempunyai kewajiban
untuk menjelaskan kemungkinan reaksi KIPI apa saja yang dapat terjadi.13 Dibawah
ini adalah tabel yang menunjukkan reaksi KIPI terhadap beberapa jenis imunisasi:
Tabel 2. Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI)11
Imunisasi
|
Efek Samping
|
DPT
|
Difteri: umumnya demam
dalam 24-48 jam, sakit, kemerahan dan bengkak pada daerah injeksi, rewel,
mengantuk, serta anoreksia.
Tetanus: sama seperti
difteri ditambah urtikaria dan malaise, adanya benjolan pada daerah injeksi.
Pertusis: sama seperti
tetanus, namun dapat terjadi kehilangan kesadaran, kejang demam, dan reaksi
alergi sistemik.
|
Haemophilus influenzae
tipe b
|
Reaksi lokal ringan seperti eritema, nyeri, dan
demam ringan
|
Polio
|
Paralisis karena vaksinasi jarang terjadi dalam 2
bulan imunisasi
|
MMR
|
Mumps (gondong): secara esensial tidak ada efek
samping.
Rubella (campak jerman): anoreksia, malaise, ruam,
dan demam sampai 10 hari.
Meassles (campak): Anoreksia, malaise, ruam, dan
demam sampai 10 hari
|
8. Pembahasan Kasus
Kasus yang didapat pada PBL
kali ini adalah: seorang bayi usia 4 bulan dibawa ke Puskesmas dengan keluhan
agak demam setelah 1 hari sebelumnya mendapatkan imunisasi Hepatitis-combo (HB dan
DPT). Anak agak rewel, mencret 2 kali dan sulit tidur, lengan bekas suntikan
agak kemerahan dan bengkak. Dokter mengatakan bahwa itu normal dan menjelaskan
tujuan dari pemberian imunisasi pada bayi.
Imunisasi adalah usaha untuk
memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh
agar tumbuh membuat zat anti untuk mencegah penyakit. Dengan melakukan
imunisasi, berarti kita telah melakukan pertahanan dengan memperbaiki mekanisme
kekebalan tubuh. Imunisasi sendiri merupakan jenis mekanisme pertahanan tubuh
aktif-buatan dan pasif-buatan.
Dari kasus tersebut, terlihat
bahwa bayi telah mendapakan imunisasi dasar jenis Hepatitis B dan DPT (Difteri,
Pertusis, Tetanus) yang digabungkan menjadi satu (Hepatitis-combo). Imunisasi
adalah salah satu dari lima tingkat pencegahan penyakit yaitu specific protection. Adapun tujuan
pemberian vaksin Hepatitis B, adalah untuk melindungi bayi dari kemungkinan
penyakit Hepatits B yang menyerang hati, dan dapat menyebabkan sirosis (hari
mengkerut) serta kanker hati. Sementara vaksin DPT bertujuan untuk mencegah
penyakit difteri, tetanus dan pertusis.
Setelah diberi imunisasi,
ternyata bayi mengalami reaksi yang disebut dengan KIPI (kejadian ikutan
pasca-imunisasi). Ia mengalami gejala dari imunisasi yang diterimanya (HB-DPT) yaitu:
demam dalam waktu 24 jam (satu hari setelah imunisasi), kemerahan dan bengkak
pada daerah suntikan, dan rewel. Gejala lainnya seperti susah tidur biasanya
dikarenakan demam yang ditimbulkan.
Ibu dari bayi tersebut
membawa anaknya ke puskesmas untuk memeriksakan kondisi anaknya, dari sini
terlihat bahwa mungkin belum ada penyuluhan yang dilakukan sebelum imunisasi
kepada ibu berkaitan dengan KIPI. Atau mungkin saja telah dilakukan penyuluhan,
namun tidak tersampaikan atau tidak dimengerti dengan baik. Penyuluhan yang
termasuk dalam health promotion harus
dilakukan dengan baik dan benar agar maksud dan tujuan yang diinginkan dapat
tersampaikan.
Kesimpulan
Visi Indonesia sehat 2010
adalah gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang penduduknya hidup dalam
lingkungan dan perilaku yang sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu, adil dan merata, serta memiliki derajad kesehatan yang setinggi-tingginya.
Melalui visi tersebut dicanangkannyalah beberpa misi beserta beberapa program
unggulan untuk mencapai visi. Salah satu program unggulan yang ada adalah
imunisasi. Melalui konsep sehat-sakit yang ada, imunisasi adalah bentuk dari specific protection, sementara
penyuluhan yang dilakukan sebelum imunisasi tergolong dalam health promotion.
Imunisasi sendiri merupakan
usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke
dalam tubuh agar tumbuh membuat zat anti untuk mencegah penyakit. Sedangkan
vaksin sendiri diartikan sebagai bahan yang dipakai untuk merangsang
pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh. Tujuan dari imunisasi ini
tidak lain bertujuan untuk menciptakan kekebalan anak agar dapat menurunkan
angka mortalitas serta mengurangi kecatatan akibat penyakit. Imunisasi
merupakan jenis mekanisme pertahanan tubuh aktif-buatan dan pasif-buatan.
Imunisasi yang ada di
Indonesia terdiri dari imunisasi dasar dan imunisasi pelengkap. Lima imunisasi
dasar yang diwajibkan antara lain BCG (Bacille
Calmette Guerin), hepatitis B, polio, DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus), dan
campak. Sementara itu, beberapa jenis imunisasi pelengkap adalah: Hib (Haemophilus influenzae type B), Penumokokus (PVC), Influenza, MMR
(Measless/campak, Mumps/gondong, Rubella/campak jerman), dsb. Reaksi yang
timbul setelah pemberian vaksinasi disebut sebagai kejadian ikutan
pasca-imunisasi (KIPI). Reaksi KIPI dapat berupa demam, sulit tidur, kejang,
pembengkakan pada bekas suntikan, dsb.
Dari kasus yang didapat, bayi
usia 4 bulan yang satu hari sebelumnya diimunisasi Hepatitis-combo (HB dan DPT)
menderita demam, rewel, mencret 2 kali, sulit tidur, serta lengan bekas
suntikan agak kemerahan dan bengkak. Dari beberapa sumber yang telah diperoleh,
gejala-gejala yang timbul tersebut merupakan gejala KIPI dari imunisasi
Hepatitis-combo yang telah dilakukan satu hari sebelumnya. Jadi dengan
demikian, hipotesis yang telah disusun dapat dibenarkan.
Daftar
Pustaka
1.
Asmadi.
Konsep dasar keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.
2.
Rajab,
Wahyudin. Buku ajar epodemiologi untuk mahasiswa kebidanan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2009.
3.
Sudiana,
IK. Patobiologi molekuler kanker. Jakarta: Penerbit Salemba Madika;
2008.h.61-2.
4.
Acquired immunity. Diunduh dari
http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/acquired+immunity, 21 November
2012.
5.
Efendi
F, Makhfudli. Keperawatan kesehatan komunitas teori dan praktik dalam
keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2009.
6.
Timmreck
TC. Epidemiologi: suatu pengantar. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2005.h.47.
7.
Maulana
DJH. Promosi kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.
8.
Kusnanto.
Pengantar profesi dan praktik keperawatan profesional. Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2004.h.96.
9.
WHO.
Pedoman praktis safe motherhood: perawatan
ibu & bayi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002.h.5.
10.
Suryanah.
Keperawatan anak untuk siswa spk. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.h.109-11.
11.
Hidayat,
AAA. Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. Jakarta:
Penerbit Salemba Medika; 2008.h.54-60.
12.
Eveline,
Djamaludin N. Panduan pintar merawat bayi dan balita. Jakarta: KAWAHmedia;
2010.h.72-5.
13.
Cahyono
JBSB, Lusi RA. Verawati, Sitorus R, Utami RCB, Dameria K.
Vaksinasi, cara ampuh cegah penyakit infeksi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
(Anggota IKAPI); 2010.h.37.